-
Resah, dengan kondisi mangrove di sekitaran Teluk Ambon, tepat di pesisir Desa Poka, belasan aktivis lingkungan hidup di Ambon melakukan aksi protes. Aksi protes yang dilakukan oleh belasan aktivis yang menamai diri mereka aktivis kalesang pulau atau peduli pulau ini dengan mendatangi lokasi mangrove di pesisir desa poka, sabtu (30/7/2022).
-
Puluhan mangrove yang berada di pesisir pantai Poka, Teluk Ambon ini mendadak mengering dan nyaris mati. Dugaan sementara, akibat tercemar limbah dari PLTD PT PLN Persero Cabang Ambon.
RESAH. Marah bercampur sedih melihat kondisi mangrove di sekitaran Teluk Ambon, tepat di pesisir Desa Poka yang nyaris mati. Belasan pemuda di Ambon melakukan aksi protes. Aksi protes dilakukan oleh belasan aktivis yang tergabung dalam komunitas kalesang pulau atau peduli pulau ini mendatangi lokasi mangrove di pesisir desa poka, sabtu (30/7/2022).
Puluhan mangrove yang berada di pesisir pantai Poka, Teluk Ambon ini mendadak mengering dan nyaris mati. Dugaan sementara, akibat tercemar limbah dari PLTD PT PLN Persero Cabang Ambon.
Pantauan titastory.id, di lokasi Mangrove pesisir Poka, terlihat puluhan mangrove sudah mengering. Sebagian kritis dan nyaris mati karena tak terlihat daun pada ranting pohon itu.
Selain itu, air laut bercampur tanah lumpur sekitaran mangrove itu juga terlihat berminyak. Tak hanya itu, bau menyengat yang diduga adalah minyak solar juga mulai tercium saat air laut mulai pasang.
Pemandangan lainnya adalah sampah berserakan di sekitaran pesisir Desa Poka ini. Berbagai jenis sampah terlihat, yang terdiri dari sampah plastik dan jenis material kayu.
Jusuf Sangadji, pegiat lingkungan Kalesang Pulau mengatakan kegiatan kalesang pulau atau peduli pulau ini merupakan bagian dari kepedulian mereka akan lingkungan, khsususnya mangrove di Teluk Ambon.
Dia bilang, aksi bersih sampah di sekitar pesisir pantai poka ini sebagai bentuk protes.
“Kita sebagai pegiat lingkungan resah karena mangrove mengering. Tiba-tiba mengering. Itu karena apa. Tidak mungkin kalau tidak tercemar limbah,”sesalnya.
Mantan Ketua Bidang di Ambon Kemaritiman HMI Badko Maluku dan Maluku Utara ini menduga, pohon mangrove yang mengering mendadak. Diduga tumpahan limbah yang berasal dari PLTD Poka.
“Tidak diteliti di Lab juga orang sudah bisa tahu, ini tumpahan minyak.
Dia menambahkan sampah juga harus diperhatikan. Karena sangat berdampak bagi keberlangsungan mangrove kedepan, menjadi hutan pantai.
Mangrove yang telah ditanam sejak tahun 2013 ini berjarak kurang lebih 20 meter dari PLTD Poka. Jarak lokasi ini hanya dipisahkan dengan jalan raya.
“Mangrove di pesisir pantai Desa Poka, tidak dalam kondisi kritis, sehingga patut untuk di bersihkan. Sampah sudah kami angkat meski masih bertebaran di laut sekitar. Persoalan yang membuat kami sedikit terkendala adalah soal limbah yang diduga adalah minyak,” terangnya.
Bahkan terangnya, komunitas aktivis dan jurnalis yang peduli terhadap persoalan lingkungan pun sempat terjun dan mengangkat tumpukan sampah di sekitar tanam mangrove.
Tidak peduli dengan lumpur dan aroma bau busuk yang berasal dari sampah. Bahkan sesekali harus menghirup bau minyak solar. Selain itu, begitu banyak sampah plastik bahkan material kayu yang sengaja dibuang di lokasi itu pun dapat diangkat.
“Sebenarnya masih banyak lagi sampah di lokasi yang belum sempat diangkat karena air yang sudah pasang, serta kurang peserta aksi. Kami berharap hal ini bisa jadi motivasi khususnya untuk warga sekitar untuk bisa turut serta dalam proses pembersihan lanjut”
Dia mengatakan banyak mangrove terlihat sudah mulai mengering. Ia menduga tercemar akibat limbah milik PLTD Poka. “Banyak minyak yang sudah menyatu dengan lumpur sehingga mangrove sudah sulit untuk hidup,”katanya disela-sela memungut sampah di sekitaran pesisir pantai.
Pemuda yang hobi melakukan diving ini mengatakan kegiatan kolaborasi antar pegiat lingkungan dengan komunitas Kalesang Pulau adalah bentuk kepedulian terhadap alam sekitar.
“Saya terpanggil. Kita terpanggil. Apalagi kita tahu sendiri fungsi dari mangrove. Banyak fungsinya. Dia melindungi kita dari kenaikan air laut, abrasi, maupun instrusi. Dari situ saja ada sangat berguna untuk makluk hidup lainnya, termasuk kita di Ambon ini,”pungkasnya.
Selain itu, Nowen nama panggil dari Jusuf Sangadji ini jelaskan fungsi mangrove ini sebagai penyerap gas karbon dioksida dan penghasil oksigen terbesar bagi makluk hidup. Ada juga tambahnya, sebagai tempat ikan kecil untuk berlindung dan mencari makan.
“Kita sudah tahu banyak manfaat dari mangrove itu, seharusnya kita jaga dan rawat, bukan sebaliknya menambah kerusakan,”
Ia harap, pihak PLN Maluku dan Maluku Utara bisa segera memperbaiki kerusakan yang terjadi pada pohon mangrove, sehingga mengering dan mati.
Senada dengan itu, aktivis lingkungan lainnya, Josua Ahwalam di sela-sela kegiatan pembersihan berharap masyarakat bisa berdamai dengan alam dan lingkungan sekitar, termasuk mangrove. Baginya manusia tidak bisa hidup tanpa lingkungan, namun lingkungan bisa hidup tanpa manusia.
“Manusia tidak bisa hidup tanpa lingkungan, dan lingkungan bisa hidup tanpa manusia,” tegasnya singkat.
Daniel Pelasulla, Peneliti LIPI/BRIN Ambon ditemui di lokasi mangrove mengatakan kasus mangrove yang mati ini harus dijadikan sebagai kejadian luar biasa. Dimana Pemerintah dan pihak PLN harus mencari solusi menyelamatkan mangrove-mangrove yang telah mati.
Bagi Daniel, saat ini mangrove yang mati karena diduga tercemar oleh limbah PLTD PLN Cabang Ambon, tidak bisa dikembalikan seperti semula.
“Mungkin kalau diselamatkan hanya 10 persen, karena yang lain ini sudah tidak mungkin lagi karena sudah terlalu parah, dan over pencemarannya,”tandasnya.
Peneliti LIPI Ambon prihatin dengan hutan mangrove di teluk ambon yang semakin hari mengalami degradasi. Hal ini selain karena alih fungsi lahan, namun masalah lainnya adalah pencemaran.
Menurutnya, Berdasarkan riset First Rumahuni pada tahun 1998, sebagian teluk Ambon bagian dalam dan luar, luas hutan mangrove kurang lebih 49 hektar. Pada tahun 2008, jumlah luas makin berkurang karena kepentingan pembangunan baik bangunan yang dibangun oleh pemerintah maupun swasta.
“Pembangunan talud misalnya, di sektor swasta ada bangun kafe atau rumah makan dan juga pemukiman lahan itulah terjadi degradasi ekosistem itu turun sampai 33 hektar itu tersisa,”terangnya.
Belakang ini menurut Dia, rehabilitasi hutan mangrove dan rehabilitasi terumbu karang ini karena adanya rehabilitasi yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik oleh masyarakat LSM atau pemerintah dibeberapa kawasan pesisir pantai maka naik sedikit menjadi 39 hektar itu sudah termasuk yang baru-baru tanam.
Dengan tersisa 39 hektar, dia berharap, hutan mangrove bisa dijadikan menjadi kebun raya mangrove teluk ambon dan race area untuk memicu ekowisata.
“Kafe-kafe akan tumbuh, dan tidak lagi sampah di laut, karena kesadaran mereka akan menjaga karena sektor ekonomi akan tumbuh akan menarik banyak tenaga kerja disitu akan memberikan kontribusi disisi ekonomi yang sangat besar”
Lanjutnya, Daniel berharap adanya pembangunan berkelanjutan. Di teluk ambon ini menurutnya harus dijadikan ruang model.
“Jarang kita temukan bahwa ada teluk dijadikan ruang model pembangunan di Indonesia sehingga penataaan teluk ambon secara baik dan itu menjadi tempat menjadi orang belajar dan itu keinginan saya, sebelum terlambat hutan itu hancur”
Willem Talakua, peneliti valuasi ekonomi ekosistem hutan mangrove di wilayah pesisir pantai kota Ambon dalam hasil penelitiannya menuliskan wilayah pesisir pantai kota Ambon terdapat luasan hutan mangrove mencapai± 64,3160 ha dengan panjang garis pantai berdasarkan kawasan mangrove ±8.951 m yang tersebar di negeri/desa: Laha, Tawiri, Poka, Hunut, Waiheru, Nania, Passo, Negeri Lama, Lateri, Latta, Halong, Rutong dan Leahari.
Vegetasi mangrove yang terkonsentrasi di pesisir pantai negeri Laha dan Tawiri terdiri atas jenis Sonneratia alba, Avicenia marina, Rhizophora stylosa, R.mucronata dan Bruguiera. Di pesisir perairan pantai desa Poka terdiri atas Sonneratia alba, Aviceniamarina, Rhizophorastylosa, R.mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Lumnitzeralittorea, dan Ceriopstagal.
Dipesisir pantai desa Hunuth sampai kedesa Waiheru, Nania, dan Negeri Lama terdapat mangrove dari jenis Sonneratia alba, Avicenia marina, Rhizophora stylosa, R. mucronata, Bruguieragymnorrhiza, dan Lumnitzeralittorea. Dipesisir pantai negeri Passo dan desa Lateri, terdiri atas Sonneratia alba, Avicenia marina, Rhizophora stylosa, R. mucronata, Bruguieragymnorrhiza, Lumnitzeralittorea, Ceriops tagal, Aegicerascorniculatum, Nypafruticansdan Acanthus ilicifolius. Dipesisir pantai desa Latta dan Halong terdapat komunitas mangrove yang terdiriatas Rhizophora stylosa, R. mucronata, dan Avicenia marina.Sedangkan di pesisir pantai desa Rutong –Lehari terdapat spesies yang dominan yaitu Sonneratia alba, Aviceniaspp, Rhyzophorastylosa,dan Rhyzophoramucronat.
Keberadaan hutan mangrove ini selain memberikan manfaat fisik dan ekonomi juga manfaat biologis sebagai penyedia pakan (feeding ground) dalam system rantai makanan. Kondisi ini terlihat dari banyaknya beroperasi kegiatan penangkapan ikan, maupun kegiatan bameti dan balobe oleh masyarakat setempat. Dijumpai pula beberapa spesies sumberdaya fauna bentik bernilai ekonomis penting seperti kepiting bakau (Scyllaspp), rajungan (Portunuspelagicus), udang windu (Penacusspp), juga beberapa spesies moluska, seperti kerang dara (Anadara antiquate), dan tiram bakau (Saccostreasp dan Crassostreasp).
Kepadatan Sampah
Selain mangrove, Pelasula juga bilang masalah lainnya adalah penanganan sampah di sekitaran pesisir pantai. Di mana, sampah menjadi masalah serius bagi ekosistem di pesisir dan laut teluk Ambon.
Perekayasa (innovator) ahli madya P2LD-LIPI/BRIN Ambon ini menyebutkan sampah menjadi masalah yang sangat serius ditangani. Olehnya itu, diperlukan kolaborasi semua pihak, baik Pemerintah, Swasta, Aktivis Lingkungan hingga masyarakat untuk bersama-sama terlibat memerangi sampah ini.
Dia menyebut kepadatan sampah domestik terutama sampah plastik di Teluk Ambon bagian dalam mengalami peningkatan dalam 20 tahun terakhir.
“Ada peningkatan kepadatan sampah domestik atau sampah rumah tangga, terutama sampah plastik di Teluk Ambon dalam 20 tahun terakhir,” jelasnya Daniel Pelasula di Ambon, saat diwawancarai titastory.id, sabtu 30 juli 2022 lalu.
Masalah lingkungan laut, kata Daniel cukup serius dihadapi oleh Provinsi Maluku adalah masalah sampah di laut.
Dikutip dari dari laman berita Antara, dengan judul : “LIPI sebut kepadatan plastik di teluk Ambon meningkat” menerangkan bahwa hasil penelitian sejak 1995 menunjukkan adanya akumulasi sampah domestik yang cukup besar di Teluk Ambon. Sedangkan penelitian LIPI tahun 2017 menemukan kepadatan sampah domestik, terutama sampah plastik mengalami peningkatan selama 20 tahun terakhir. Penelitian tersebut juga mengkaji banyak sampah terapung di beberapa lokasi di Teluk Ambon. Kelimpahan terbesar berada di wilayah dekat pasar Mardika dan Galala, dengan kelimpahan jenis sampah lebih dari 51 jenis.
Presentase kelimpahan sampah di delapan lokasi pantai di Teluk Ambon, terbanyak berada di Desa Poka (47,42 persen), disusul Hative (17,04 persen), Kate-Kate (11,73 persen), Waiheru (9,28 persen), Tawiri (6,9 persen), Lateri (4,34 persen), Halong (2,49 persen) dan Desa Passo (0,78 persen).
Peningkatan kepadatan sampah dan limbah mengakibatkan terjadinya ledakan alga berbahaya di Teluk Ambon. Dinamika ledakan alga jenis Pyrodinium bahamense pernah mencapai lebih dari 10 juta sel per liter.
“Non-toxic alga Gonyaulax spp pernah meledak di Teluk Ambon bagian dalam pada 2019 dan 2020,” kata Daniel.
Dikatakannya lagi, ada 29 sungai besar dan kecil yang bermuara di Teluk Ambon, 19 sungai di antaranya berada di pemukiman padat penduduk dan sangat berpengaruh karena membawa sedimentasi, minyak dan sampah, termasuk limbah rumah tangga.
Peningkatan kepadatan sampah domestik dan jenisnya di Teluk Ambon, diduga karena kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai, kemudian terbawa arus dan bermuara di teluk.
“Sungai-sungai yang berada pada pemukiman padat dimanfaatkan masyarakat untuk membuang limbah, misalnya kawasan Desa Poka, Air Putri, Batu Capeo, Batu Gajah, Skip, Batu Merah, Tantui, Galala, Passo, Wailela, serta Wayame” ujar Daniel dikutip pada Antara, senin 21 juni 2021.
Daniel juga menerangkan, pencemaran telah terjadi. Saat ini katanya yang bisa dilakukan adalah melakukan penanganan salah satunya dengan membersihkan sampah baik yang merupakan sampah kiriman, dan sampah yang memang sengaja di buang.
“Sudah terjadi, dan komunitas Kalesang Pulau, bersama karyawan PLN sudah melakukan proses pembersihan sampah, yang merupakan sampah kiriman dan sampah yang sengaja dibuang,”ungkapnya.
Kondisi penumpukan sampah di Laut Teluk Ambon, kata Peneliti BRIN Ambon ini cukup mengkuatirkan. Dalam risetnya, Pelasula menyebutkan kecepatan laju sedimentasi di Teluk Ambon Bagian Dalam sebesar 2,4 centi meter per tahun atau sekitar enam kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Angka-angka tersebut menurut Daniel harusnya menjadi lampu merah bagi Pemerintah tentang laut yang semakin dangkal.
Kecepatan laju sedimentasi pada 1987 hingga tahun 1996 sebesar 5,95 milimeter per tahun atau 0,6 centimeter per tahun, meningkat menjadi 2,4 centimeter per tahun atau sekitar enam kali lipat pada 2008.
Sedangkan luas dan sebaran sedimentasi di Teluk Ambon pada 1994 hanya sebesar 102,6 hektare bertambah menjadi 168,1 hektare pada 2007, dan terus bertambah di beberapa lokasi, seperti Pandan Kasturi, Tantui, Galala dan Hative Besar.
“Sebaran sedimentasi di Galala dan Tantui tahun 2018 sudah bertambah menjadi 18,96 hektare, ini cukup mengkhawatirkan”
Dikatakannya, Ambon merupakan pulau kecil bergunung dan berbukit dengan kemiringan lereng yang curam dan dataran sangat sedikit. Pembukaan lahan baru untuk pemukiman di dataran tinggi tentu saja berakibat pada degradasi ekosistem dan vegetasi Teluk Ambon, salah satunya adalah sedimentasi.
Perubahan area lahan terbuka dua mil dari garis pantai Teluk Ambon yang terpantau pada Oktober 1972 hanya sebesar 31,2 hektare berubah menjadi 51,3 hektare pada Oktober 1988, lalu naik menjadi 124,6 hektare pada April 1990 dan 103,0 hektare pada November 1993, kemudian meningkat tajam menjadi 714,2 hektare pada Januari 1998.
Perubahan lahan terbuka untuk kebutuhan pemukiman menjadi lebih kecil pada Maret 2001, hanya 24,6 hektare karena banyak orang yang keluar dan pindah dari Ambon akibat konflik horisontal pada 1999-2000.
Pipa Bocor
Kebocoran pipa milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diduga karena aktivitas pekerjaan pembangunan jembatan oleh Balai Jalan dan Jembatan Nasional Wilayah Maluku dan Maluku Utara, dimana alat berat (Eksafator-red) melakukan pengerukan untuk pembangunan jembatan darurat.
Seorang kariawan PLTD menyebut kebocoran pipa minyak milik Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) itu diduga setelah adanya pengerukan material tanah sehingga meluber. Tumpahan minyak pun tak terhindarkan mengikuti aliran sungai ke muara sungai.
Dia mengatakan, pasca kejadian itu mereka mencoba memperbaiki pipa tersebut sehingga tidak tumpah.
“Katong pake lem untuk menutup lubang yang bocor itu,”Kata kariawan PLTD, sabtu pekan lalu.
Soal dugaan pencemaran pada mangrove, pihak PLN saat ini tengah berupaya menetralisir dampak tumpahan minyak yang berasal dari mesin disel itu.
Pantauan media ini, terlihat seorang kariawan PLN bolak-balik menyiram cairan yang diduga merupakan cairan kimia untuk menetralisir tumpahan minyak di sekitar mangrove yang fungsinya untuk mengurai kekentalan minyak yang sudah terlanjur meluber ke hutan mangrove.
“Itu cairan apa yang disiram, Tanya titastory,id kepada petugas itu ?
“Ini cairan Kimia, disuruh siram untuk minyak,”jawab petugas PLN yang saat itu tengah menyiram cairan kimia berwarna putih itu.
Petugas PLTD Poka ini berupaya untuk menabur bahan cair yang fungsinya untuk mengurai kekentalan minyak yang sudah terlanjur meluber ke hutan mangrove,.
“Mungkin hal itu untuk mengurangi saja tapi tidak banyak menolong, sehingga hal yang perlu dilakukan adalah melakukan penyedotan terhadap minyak yang sementara mengapung dan menempel di akar – akar tanaman mangrove,”kata Daniel
Sementara itu, sejumlah mobil penampung air bolak-balik untuk menyemprot lokasi mangrove. Petugas mengarahkan selang air mereka untuk menyemprot pohon mangrove, terus tanah berlumpur yang diduga telah mengendap limbah.
“Kita semprot dulu limbah yang telah mengendap agar minyaknya bisa terurai lagi dari tanah berlumpur itu”
“Sudah terjadi, dan Komunitas Kalesang Pulau, bersama karyawan PLN sudah melakukan proses pembersihan sampah, yang merupakan sampah kiriman dan sampah yang sengaja dibuang,” tambahnya.
Sementara berkaitan dengan kondisi mangrove yang sudah dicemari minyak yang dapat dilakukan adalah melakukan penyemprotan dengan air tawar.
“Mudah – mudahan, ketika disemprot dengan air tawar kadar minyak bisa berkurang dan tanaman mangrove yang ditanam dan dirawat selama ini tidak mati sia -sia,” jelasnya dengan wajah lesu dan penuh harap.
Tanggapan Pemkot
Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena, saat dikonfirmasi titastory.id menerangkan, pihaknya sudah melakukan peninjauan ke lokasi dan sudah melakukan koordinasi dengan pihak PLN maupun Pertamina, melalui kepala Dinas Lingkungan Hidup Persampahan (DLHP) Kota Ambon.
“Saya sudah perintahkan Kadis LHP untuk peninjauan dan koordinasi dengan PLN dan Pertamina,”jelas Wattimena.
Tak berselang lama, mendapat informasi soal dugaan pencemaran mangrove di pesisir teluk Ambon, Kepala Dinas Linkungan Hidup Kota Ambon, Alfredo Hehamahua langsung turun meninjau lokasi. Dia tak sendiri. Kadis DLH didampingi beberapa stafnya. Di sana, dia berdiskusi dengan beberapa aktivis lingkungan yang saat itu tengah memungut sampah.
Dia bilang, diperintahkan langsung oleh penjabat Walikota Ambon untuk meninjau masalah yang terjadi.
Setelah berdiskusi dengan beberapa aktivis lingkungan, Kadis DLH Kota Ambon ini langsung memanggil Manager PLTD PT PLN Cabang Poka, melalui seorang kariawan PLTD.
Bersama Kadis DLH, dan Manager PLTD, serta beberapa aktivis Komunitas Lingkungan mereka diskusi kecil, di tepi badan jalan, dekat lokasi mangrove. Di sana Kadis memerintahkan pihak PLTD untuk menyelesaikan persoalan tumpahan minyak yang berasal dari pipa minyak. Terus, Kadis juga bilang agar segera memasukan hasil laboratorium sampel air dan tanah kepada Dinas DLH.
“Kami telah menyuruh mereka sendiri yang ambil sampel. Uji sampel di lembaga terakreditasi. Dan setelah selesai pengujian, hasilnya di masukan kepada kami, di DLH Kota,”tegasnya. Pihak PLN yang ada mengiyakan pernyataan Kadis DLH dalam diskusi kecil itu.
Soal lain, Kadis juga berharap PLTD juga bisa membantu pemerintah untuk memerangi sampah yang ada di depan perkantoran mereka.
“Mereka akan membantu teman-teman aktivis kalesang pulau ini dengan menyumbang truk pengangkut sampah untuk dibuang ke TPA Wayori Passo,”kata Kepala Dinas Linkungan Hidup Kota Ambon, Alfredo Hehamahua.
Di Waktu yang sama, aksi bersih sampah yang dilakukan oleh belasan aktivis Kalesang Pulau ini mendapat dukungan dari pihak PLN melalui PLTD Desa Poka. Dalam aksi ini sebanyak 5 ton sampah dibersihkan dari pesisir pantai Desa Poka.
Mereka juga berjanji akan membantu pemerintah untuk mengurangi sampah di sekitar pesisir pantai dengan melakukan pembersihan pantai setiap hari jumat.
“Mungkin jumat depan, kita akan mulai melakukan aksi bersih pantai di sekitaran pesisir pantai Teluk Ambon,”kata Manajer PLTD Poka.
Penulis : Edison Waas
Discussion about this post