Kematian tokoh hak asasi manusia dan Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kota Ambon, Yohanes Yonathan Balubun, tiga tahun silam meninggalkan sejumlah kejanggalan. Dari hasil autopsi, dokter forensik menyebutkan ia meninggal karena hantaman benda tumpul di belakang kepala. Ia juga mengalami sejumlah teror di hari-hari menjelang kematian. Liputan ini bagian dari program Investigasi Bersama Tempo, yang terselenggara berkat kerja sama Tempo, Tempo Institute, titastory.id, dan Free Press Unlimited.
YOHANES BALUBUN , Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Maluku, kamis (7/4/2016) dini hari sekitar pukul 01.30. Yohanes ditemukan warga sekitar kawasan pule, jalan ina tuni, kelurahan waihoka, Kecamatan Sirimau kota Ambon.
Yohanes ditemukan tertelungkup di atas setang sepeda motor. Sepeda motor Yanes berjenis Honda verza 150. Saat ditemukan, paha Yanes dalam posisi menyentuh klakson sepeda motornya. Bunyi klakson yang panjang memancing warga sekitarnya keluar rumah mereka.
Yohanes meninggal dunia pada tanggal 8 april 2016 pada pukul 05.00 WIT di rumah sakit umum daerah (RSUD) Dr. Haulussy, Kudamati AMBON. Kematian pria berusia 41 tahun ini menaruh curiga banyak pihak, mulai dari keluarga korban, kerabat, LSM, Aktivis HAM, hingga Komnas HAM.
Kecurigaan ini berawal dari Komisi Nasional (KomNas) Hak Asasi Manusia (HAM) serta sejumlah LSM mencurigai adanya keganjalan dalam kematian Almarhum Yohanis Balubun.
Pada tanggal 19 april 2016 TIM pun dibentuk untuk melakukan pemantauan sekaligus melaporkan i kasus kematian Pembela HAM (Human Right Defender) Yohanes Balubun di Ambon dengan perkara penganiayaan ke sentral pelayanan kepolisian terpadu (SKPT) Polda Maluku.
Organisasi yang dibentuk dan dinamai saat itu untuk melakukan investigasi dinamakan tim advokasi sahabat hati yanes menemukan indikasi dugaan kematian Yohanes secara tidak wajar sehingga memerlukan keseriusan dan profesionalisme polisi untuk mengungkapnya.
TIM Advokasi bersama Komnas HAM juga telah melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait, mengumpulkan informasi dan data terkait kematian Yohanes Balubun, dan juga melakukan rekonstruksi di TKP (tempat kejadian perkara). Dari informasi yang diperoleh kematian Yanes ada yang tidak wajar.
Atas laporan tim advokasi pada tanggal 19 april 2016, pihak ditreskrimum polda maluku akhirnya mengeluarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan pada tanggal 4 mei 2016 untuk melakukan penyelidikan.
11 mei 2016, polisi kembali mengeluarkan surat undangan untuk melakukan proses penggalian dan otopsi mayat almarhum yohanes yonathan balubun yang dilaksanakan pada hari kamis 12 mei 2016 di tempat pemakaman umum, Jalan Hahurun, Kecamatan Sirimau Kota Ambon.
Otopsi dilakukan dr.Arkipus Pamutu, ahli forensik Rumah Sakit Umum Daerah Masohi pada pukul 12.14 wit sampai 14.25 wit. Menurut pihak kepolisian dari hasil pemeriksaan penyebab kematian korban adalah kekerasan tumpul pada bagian kepala bagian kiri karena ada benturan saat korban menabrak tiang telepon di areal selokan. Selain itu, sebagian badan motor masuk dalam selokan dan korban saat itu tidak memakai helm.
Catatan dokter forensic berkesimpulan, kepala bagian depan korban, menimbulkan patahnya tulang pada tulang tengkorak, pada tulang tersebut mengakibatkan robeknya pembuluh darah dalam otak. Pendarahan tersebut mengakibatkan tekanan yang trauma pada kepala, pendarahan tersebut menyebabkan meningkatkatnya tekanan pada rongga kepala, sehingga terjadi tekanan pada pusat pernapasan di dalam otak dan akhirnya korban mengalami kegagalan pernapasan.
Meskipun telah nyata-nyatanya menyimpulkan adanya penganiayaan dengan kekerasan tumpul pada bagian belakang kepala korban, namun polisi menyimpulkan bahwa almarhum meninggal dikarenakan kecelakaan lalu lintas tunggal karena pengaruh minuman keras atau kadar alkohol yang tinggi.
Polisi sendiri menyimpukan kematian korban dalam hasil gelar perkara pada tanggal 8 juni 2016 di ruangan subdit 3 krimum polda maluku, murni adalah kecelakaan lalu lintas. Polisi sendiri dalam hasil gelar perkara membuka ruang bagi keluarga korban jika masih menemukan bukti baru lainnya, sementara untuk kasus laka lantas sendiri telah ditutup pihak kepolisian saat itu.
Sayangnya pasca gelar perkara, TIM Advokasi Almarhum Yohanes Balubun tidak lagi melakukan advokasi lanjutan terkait bukti baru kematian almarhum Yohanes Balubun.
Kejanggalan kematian Aktivis HAM ini baru dilanjutkan setelah Tempo bersama titastory melakukan investigasi ulang mulai dari perjalanan korban, wawancara para saksi, kasus yang ditangani, hingga hasil rekam medis dan visum serta diskusi dengan beberapa ahli forensic termasuk ahli transportasi. Kesemuanya itu mengarah dugaan kuat pembunuhan terhadap ketua AMAN Maluku ini.
Keterangan polisi menjelaskan Lurah Waihoka, Agus Pattikawa, berpapasan dengan Yohanes pada tanggal 7 april 2016, beberapa belas menit sebelum Yohanes ditemukan di tepi jalan. Ia sedang mengaso di pinggir jalan sambil menunggu pertandingan bola. Yohanes menyapa dengan “kaka ee” dan Agus membalas dengan “adik ee”.
Agus tak merasa Yohanes sedang mabuk karena mampu mengenali orang di malam yang remang-remang itu. Ia juga yakin Yohanes tidak memacu sepeda motornya dengan kencang. “Sepeda motornya pelan-pelan saja malam itu,” kata Agus.
Atas keterangan Agus polisi melakukan reka ulang perjalanan Yohanes di sekitar turunan jalan karang panjang. Reka pun dilakukan hingga lokasi kejadian. Polisi pun berkesimpulan Yohanes mabuk.
Tempo menelusuri keterangan yang disampaikan Agus Pattikawa, Lurah Waihoka. Dari BAP polisi, Agus merupakan orang yang terakhir melihat korban dengan motornya kamis (7/4) sekitar pukul 3.00 di dekat rumahnya. Agus merupakan salah satu kunci . Dirinya menurut Penyidik saat itu, orang terakhir yang bertemu dengan Yohanis di tanjakan LIN V, jalan karang panjang.
Namun lagi-lagi tempo kembali menelusuri hasil laporan yang dilakukan Dirkrimum Polda Maluku. Hasilnya, Agus tidak bertemu dengan Yohanes, kamis dini hari pada tanggal 7 april 2016.
Kepada tempo, Agus menceritakan bertemu Yohanes satu jam sebelum pertandingan bola. “ saat itu pertandingan liga champion barcelona melawan atletico madrid. tanggal 6 atau rabu dini hari pukul 01.45 WIB atau pukul 03.45.WIB WIT,”tutur dia.
Agus penggila club Barcelona. Dia tak mau ketinggalan pertandingannya. Agus menyempatkan waktu untuk membuang sampah sebelum pertandingan mulai sekitar 30 menit sebelum pertandingan mulai.
Tempo pun menganalisa perbedaan waktu dan hari kecelakaan. Artinya saksi bertemu dengan almarhum yanes sebelum kecelakaan sekitar pukul 03.00 WIT selasa malam, karena pertandingan leg pertama liga champion barcelona vs atletico bertanding rabu dini hari. Dari keterangannya, menemukan ada selisih hari dan jam dengan hasil rekam medis maupun keterangan Ruth istri korban yang masuk rumah sakit pada tanggal 7 april 2016 pukul 03.30.
Faktanya, perbedaan satu hari dari keterangan polisi. waktu yang berbeda selisih satu hari dan 15 menit dari waktu pertandingan bola. Sementara yohanes sudah dirawat di rumah sakit pada jam 03.30 wit.
Berdasarkan perbedaan waktu itu, tempo menganalisa Agus, saksi kunci pihak kepolisian tidak bisa dikatakan sebagai saksi karena waktu ketemu dengan korban sehari sebelum korban meninggal. Artinya analisa penyidik untuk memutuskan korban mabuk dan kecelakaan juga diduga salah.
Untuk itu dari hasil wawancara tempo menemukan rekonstruksi alur perjalanan pihak kepolisian juga salah, karena mengikuti alur kesaksian dari Agus. “ ya karena dipaksa saya jelaskan saja. Saya juga lupa ketemu dengan Yohanes kapan. Tapi saya baru tahu ketemu itu satu hari sebelum kecelakaan,” ungkap Agus
*****
Pesta Terakhir Aktivis HAM Maluku
JALAN Ina Tuni, Waihoka, Ambon, Kamis tengah malam, 7 April 2016, itu terlihat sepi. Hanya Elly Lewerissa, pemilik salah satu rumah di sana, yang tampak masih beraktivitas. Ia sedang membersihkan pekarangan. Menjelang pukul 1.30 WIT, pria paruh baya itu menyudahi aktivitasnya. “Saya membuang sampah ke tong seberang, lalu masuk ke rumah untuk beristirahat,” kata Elly, pertengahan September 2019.
Beberapa menit usai mengunci pintu, Elly mendengar suara besi berdentang kencang. Ia menduga ada seseorang memukul tiang listrik yang berdiri di ujung pekarangan rumahnya. Beberapa detik kemudian, suara klakson sepeda motor menjerit panjang dari lokasi yang sama. Ia bergegas membuka pintu lalu menuju asal suara.
Ia terkejut. Seorang pria bertubuh tambun tertelungkup di atas tangki sepeda motor merek Honda Verza. Sepeda motor berkelir hitam itu ambruk ke arah kiri. Kepala sang pria berada di atas setang. Ban depan terperosok ke dalam got yang memiliki kedalaman sekitar 30 cm. Kaki kiri si pria ikut masuk ke dalam got.
Elly bergerak mendekati pria tambun yang tampak pingsan itu. Ketika berjalan menuju sang pria nahas, ia melihat dua orang mengendarai satu unit sepeda motor jenis matic di dekat tiang listrik. Mereka tampak kaget, lalu tancap gas melewati Elly. Keduanya menggunakan helm fullface, dan berjaket warna gelap.
Mereka mendadak berhenti, lalu berbalik mendekati Elly. Ia mendengar salah seorang berbicara dengan suara serak dan dibuat berbeda dari orang normal. “Bapak, itu ada orang jatuh. Tolong diangkat ee…,” kata Elly menirukan ucapan salah seorang pengendara. Ia tak membalas kalimat itu. Ia bergegas mendekati sang pria tambun. Kedua pengendara pergi ke ujung jalan.
Tak hanya itu, menurut pria paruh baya ini setelah bicara denganNya, kedua orang bersepeda motor itu langsung pergi kearah jalan Haruhun sekitar 15 meter dari TKP, namun kedua orang tersebut memutar balik kendaraan mereka lagi. ”Tiba di depan pos ojek dekat lorong ke kuburan, mereka langsung memutar balik ke arah kanan (searah jarum jam) ke arah kota.” Terang dia.
Dalam keterangan lain, dirinya menceritakan kedua orang misterius yang bersepeda motor memberitahukan ada kejadian kecelakaan terhadapnya. “seingat saya, saat itu film Bahar dan Epsum di ANTV baru saja selesai tayang. Kira-kira 2 (dua) menit, setelah film Bahar dan Efsum selesai ditayang di stasiun TV ANTV atau sekitar jam 1.30 wit,” cerita Dia, sambil mengingat waktu kejadian.
Suara ribut di ujung pagar turut menarik perhatian Adio Tuapaninaya, tetangganya. Rumahnya beberapa meter dari lokasi kejadian. Adio juga mengaku melihat dua pengendara sepeda motor itu. Ia mengabaikan mereka dan berfokus menolong sang pria tambun. Ia dibantu Barce Rumpuin, Simon, dan beberapa warga lain yang ikut keluar rumah.
Mereka mengangkat tubuh sang pria tambun. Barce ikut mengangkat bagian kepala yang berdarah. “Kepala belakangnya terasa lembek sekali,” kata Barce kepada Tempo. Mereka mengaku bingung. Wajah dan tubuh korban tak terdapat luka lecet layaknya kecelakaan. Tak ada helm di sekitar korban.
Mereka menarik sepeda motor bernomor polisi DE 3112 LS itu dari dalam got. Sepeda motornya tampak masih mulus. Bannya masih terlihat melingkar. Mereka juga tak menemukan ada ceceran darah di jalan. “Mulutnya juga tak tercium aroma alkohol,” tutur Simon.
Mereka memeriksa isi dompet korban. Di sana tercantum nama Yohanes Yonathan Balubun, 41 tahun, warga Jalan Haruhun, Ambon. Mereka semakin kaget. Rumah Yohanes hanya berjarak 300 meter dari lokasi kejadian. Warga biasa menyapanya dengan Yanes. Orang-orang mulai berkerumun. Sementara, kedua pengendara yang sempat memperhatikan mereka dari kejauhan, menghilang entah ke mana.
Tak hanya itu, Adio kepada Tempo menceritakan saat dirinya mengangkat korban dari atas motor. Beberapa menit sebelum kejadian dia melihat dua orang asing yang mencurigakan di tempat kejadian. “Beta sempat melihat iring-iringan mobil sebelum mereka berpisah di pertigaan jalan ina tuni, samping kantor DPRD Provinsi Maluku,” ungkap Adio sambil mengingat peristiwa malam itu.
Pernyataan Simon juga dibenarkan oleh Adio. Adio membeberkan peristiwa nahas malam itu. “tidak ada darah di jalan raya. posisi badannya diatas tangki motor dan badannya membungkuk di atas motor, sementara kepalanya berada di atas spedometer. Saat diangkat dari atas motor tangan korban menggantung disebelah kaki kiri,” beber Dia.
Pria berusia 26 tahun ini menceritakan tidak ada tanda lecet di motor milik Yanes maupun lecet di sekitar lokasi jalan. “beta melihat korban banyak darah yang keluar. Bagian belakang kepala korban juga sangat lembek. beta juga tidak mencium bau alkohol pada almarhum. selain itu, beta sempat melihat dua orang pria asing yang mencurigakan berada di lokasi tersebut, setelah itu pergi,”cerita Adio.
Para tetangga membawa Yohanes ke Rumah Sakit Sumber Hidup, Ambon, sekitar empat kilometer dari lokasi. Hanya beberapa jam ia di sana. Dengan alasan peralatan yang minim, kerabat meminta dokter merujuk Yohanes ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. M. Haulussy Kudamati Ambon.
*****
Anggota Intel TNI dan Wanita Misterius
Yohanes ternyata cukup populer di Maluku. Ia aktivis hak asasi manusia, seorang pengacara, dan Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Maluku. Kabar “kecelakaan” itu merebak cepat di kalangan aktivis. Mereka mendatangi dan memastikan korban adalah Yohanes. Ia terbujur lemas tak sadarkan diri di ruang instalasi gawat darurat.
Peristiwa ini juga diduga menarik perhatian aparat. Tiga petugas RSUD Dr. M. Haulussy yang tak mau disebutkan namanya mengatakan ada dua pria mengaku intel Komando Daerah Militer XVI Pattimura yang menanyakan kondisi dan meminta rekaman autopsi awal, saat Yohanes masih terkulai di IGD. Pihak rumah sakit menolak permintaan itu.
“ Iya ada dua orang datang, mereka menanyakan kondisi almarhum. Selain itu juga mereka mendesak kami untuk hasil rekam medis, katanya disuruh pimpinan mereka dari Kodam XVI Pattimura. Mereka juga menyebut diri mereka juga dari intel Kodam XVI Pattimura,” ungkap tiga orang perawat ruangan ICU RSU Ambon.
Menurut mereka, karena tak bisa mendapatkan rekam medis, kedua orang yang mengatasnamakan diri intel TNI Kodam XVI Pattimura ini bergegas meninggalkan ruangan ICU RSUD Ambon.
Mereka juga menyebutkan ada seorang perempuan yang bolak-balik ke ruang IGD memeriksa kondisi Yohanes. Ia bukan perwakilan keluarga karena tak tampak menemui dan berbicara dengan keluarga Yohanes yang berada di dalam ruangan. Rambut perempuan itu dikuncir, bertubuh tinggi dan berusia mendekati 40 tahun. Ia juga datang saat jelang menghembuskan nafas terakhir pukul 05.00.
Sumber lain tempo juga menjelaskan, melihat darah dan bekas luka Yohanes dibersihkan perempuan misterius itu. Dia membersihkan dengan sebuah tisu. “ ya melihat perempuan itu, membersihkan wajah Yohanes. Mulut dan hidung yangmasih keluarkan darah juga dibersihkan. Kami sendiri tidak mencurigai perempuan itu,” tutur sumber tempo mengingat peristiwa yang terjadi saat itu.
Keluarga Yohanes tak menyimak kehadiran tiga orang tersebut. Menurut Ruth Lawalata, istri Yohanes, mereka berfokus menangani korban. Mereka sempat berharap kondisi bapak dua anak itu membaik karena tubuhnya sempat bergerak pada Jumat subuh, 8 April 2016.
Ruth juga mengaku wanita yang tidak dikenal itu seperti cemas dan menangis terus menerus. Dia mengira, wanita itu adalah rekan kerja suaminya. “beta baru tahu setelah, pihak komnas ham dan tim advokasi melakukan sktesa foto wanita itu. Ternyata dia bukan rekan Yanes. Tapi puji Tuhan beta sudah bisa mengenali wajah wanita itu setelah tiga tahun lamanya,”ungkap Ibu dua anak ini.
Wanita pada sktesa foto ini juga diakui oleh beberapa kerabat dan juga sahabat Yanes saat itu. Foto baru diketahui setelah kasus pembobolan dana nasabah BNI Ambon. Nama Daniel Nirahua juga ada didalamnya. “ saya penasaran dengan kasus Daniel. Saya buka akun facebooknya. Disana saya melihat foto Daniel dengan beberapa rekan kerjanya dan ada perempuan misterius itu juga. Nama akunya “henoveva veva”,” cerita Ruth.
Rasa penasaran dengan foto perempuan itu, ibu dua anak ini mencoba berkomunikasi dengan kerabat dan juga sahabat Yanes. Ternyata benar, perempuan yang bolak balik dan gelisah saat almarhum berada di rumah sakit. “ iya perempuan yang ada di sketsa foto itu yang bolak balik di IGD. Saya beberapa kali bertemu dia. Namun belum berani bertanya padanya,” ungkap Yosi, adik bungsu Yanes.
Hasil penelusuran tempo menemukan foto sktetsa perempuan misterius adalah henoveva veva. Nama lengkapnya “Henoveva Souisa”. Staf Daniel Nirahua, di kantor pengacara Daniel. Dia juga pengurus partai NasDem Kota Ambon. Keberadaan Henoveva, hingga kini belum diketahui tempo pasca kasus yang menimpa bosnya Daniel.
Sementara itu, sekitar pukul 05.00 wit, Yohanes menghembuskan nafas terakhir diduga akibat pendarahan di kepala. “Beta sempat gembira karena tubuhnya mulai bergerak. Tapi itu hanya sebentar. Akhirnya dia pergi untuk selama-lamanya,” kata Ruth, akhir September 2019, sambil menitikkan air mata.
Polisi melakukan olah kejadian perkara di lokasi penemuan Yohanes, saat ia masih dirawat di rumah sakit. Mereka juga memeriksa sejumlah saksi. Mereka menduga Yohanes mengalami kecelakaan tunggal.
Namun, teman-teman sejawat menganggap kematian Yohanes tak wajar. Menurut mereka, Yohanes memang suka minum tapi bukan pemabuk. Ia juga dikenal sebagai pengendara yang tidak suka mengebut. Prasangka buruk mulai muncul. “Banyak kejanggalan dari peristiwa kematian Yohanes yang sangat mencurigakan,” kata Koordinator Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku, Benny Sarkol.
Pada peringatan Hari HAM Internasional, Selasa, 10 Desember 2019, Komnas HAM Maluku bersama sejumlah aktivis di Ambon berkumpul untuk mengenang Yanes, panggilan akrab Yohanes. Ia ditasbihkan sebagai tokoh pembela hak asasi manusia di Maluku. Acara ini juga bertujuan agar Kepolisian Daerah Maluku kembali membuka penyelidikan kematian Yohanes.
Dengan pengungkapan kematian Yohanes, akan memberikan jaminan kepada aktivis lain untuk mengadvokasi kasus-kasus pelanggaran HAM. “Maluku seolah-olah menjadi daerah yang rawan bagi para aktivis HAM,” kata Benny.
*****
Ancaman Menjelang Kematian
Belasan pengunjung memenuhi Cafe Kontempo, Pulo Gangsa, Ambon, Rabu siang, 6 April 2019. Di salah satu sudut ruangan, Yohanes Yonathan Balubun bercengkerama dengan Semuel Wailerunny dan Stella Reawaruw. Mereka tengah membahas sengketa tanah di Urimesing, Ambon.
Sepanjang pertemuan, wajah Yohanes tampak muram. Ia mengaku menerima ancaman lewat telepon dan pesan singkat, sesaat sebelum bertemu mereka. “Almarhum sempat bilang kepada beta, ada telpon yang bilang jang se macam-macam beta bunuh ose (kamu). Dia juga sempat jawab ke peneror, kalau begitu kirim ose punya nama dan NRP,” kata Stella menirukan ucapan Yohanes.
Yohanes mengatakan ancaman itu berasal dari seseorang yang mengaku intel di Kodam Pattimura. Kepada Stella dan Semuel, Yohanes mengaku akan menghadapi ancaman itu. Kepada keduanya, Yohanes menceritakan beberapa bulan sebelum kematiannya mengadvokasi sengketa tanah antara Suku Nuaulu dengan Kodam Pattimura di Pulau Seram, Maluku. “Ada tiga tentara berseragam yang pernah mendatangi dan mengancam Yohanes,” kata Semuel.
Sepanjang Februari 2016, Yohanes berada di Desa Sepa, Pulau Seram, tempat bermukim masyarakat penganut agama Nuaulu. Yohanes mendampingi Suku Nuaulu menghadapi PT Bintang Lima Makmur yang dituduh menyerobot hutan yang diklaim sebagai lahan adat seluas 24 ribu hektare. Yohanes sudah mendampingi masyarakat sejak akhir 2014.
Ia pernah melaporkan menerima ancaman itu kepada seorang staf Komnas Ham Maluku yang juga kerabatnya, Linda Holle. Pada awal 2016 itu, kata Linda, Yohanes berniat meninggalkan Pulau Seram dengan kapal cepat di Pelabuhan Amahai, Masohi, Maluku Tengah. “Dia mengatakan ada yang ingin membunuh dengan mendorong dia dari kapal,” kata Linda kepada Tempo. Yohanes mengurungkan niat menaiki kapal. Ia memilih menggunakan perjalanan dengan mobil untuk menuju Ambon, melewati daerah lain.
Tempo juga berkesempatan menelusuri motif ancaman lainnya terhadap Yohanes selama mendampingi masyarakat adat. Lagi-lagi PT. Bintang Lima Makmur menjadi masalah bagi Almarhum Yohanes dan masyarakat adat Nuaulu.
Berawal dari penulisan Ancha Sapausha, kontributor koran media ambon ekspres di Masohi. Ancha selama satu bulan berturut-turut memuat berita ancaman bagi Yohanes pun terjadi hingga ajal menjemput dirinya.
Kepada tempo Ancha menceritakan sering menemani almarhum saat berkunjung ke lokasi logging di dusun rohua desa sepa (suku nuaulu). Dia menulis artikel tentang pendampingan Yohanes di pulau seram.
Ancha sendiri merupakan wartawan lokal maluku (ambon ekspres tahun 2016) yang biasanya mendampingi almarhum. Tak hanya almarhum dalam tulisannya, Ancha selalu menulis tentang PT. Bintang Lima Makmur serta masyasrakat adat Nuaulu yang selalu berjuang dengan tanah ulayat mereka.
“Beberapa tulisan saya saat mendampingi almarhum itu pada tanggal 10 februari 2016 dengan judul “TNI dan Polri Harus Ditarik Dari Sepa” (terlampir pada arsip Koran ambon ekspres). saat itu pangdam adalah Doni Monardo (kepala BNPB sekarang),” kata dia
Selain itu beberapa komentar narasumber yang ditulis pada Koran ambon ekspres dengan judul “ Operasi Bintang Lima Ilegal” pada tanggal 11 februari 2016. Serta judul “ Pembabat Hutan didukung oleh Pejabat” yang diterbitkan pada tanggal 29 maret 2019 di Koran harian ambon ekspres.
Pernyataan Yohanes tersebut menurut Ancha setelah adanya laporan dari masyarakat Nuaulu. Mereka kesulitan ke hutan untuk beraktivitas. suku yang menganut agama leluhur pulau seram ini dilarang oleh aparat TNI/Polri yang sedang berjaga di lokasi pembalakan kayu.
“ Almarhum juga pernah ke lokasi kantor perusahan PT. bintang lima makmur dan berdebat dengan kariawan perusahan sehingga dirinya meminta saya untuk memberitakannya di koran ambon ekspres,”tandasnya
Tentunya berita tersebut berdampak bagi Yohanes, dan dia. Ancha juga beberapa kali dihubungi oleh intel TNI Kodim Masohi dan orang tidak dikenal mengenai berita tersebut.
“Saya pernah menghilang dan pulang kampung selama dua minggu pasca diancam oleh orang tidak dikenal,”ungkap Ancha.
Kata Ancha saat bersama Yohanes, dirinya kerap kali diancam orang tidak dikenal untuk dibunuh.
“ saya pernah diberikan peta perusahan PT.BLM. almarhum. Dirinya pernah bilang saya bahwa perusahan tersebut diback-up oleh TNI-Polri. Almarhum meminta agar saya langsung buat beritanya agar aparat ditarik dari hutan masyarakat adat Nuaulu. Penjagaan lokasi perusahan sendiri oleh aparat polres, dan tentara dari Kodim dan POM”. terang Ancha
Tokoh pemuda Desa Sepa, Watta Peirissa, juga mengatakan Yohanes pernah menerima ancaman pembunuhan dari tentara dan manajemen PT. Bintang Lima. Ia mendapatkan ancaman karena berusaha memasuki kantor PT Bintang Lima di Dusun Rohua, tak jauh dari Desa Sepa. “Masyarakat juga mendapatkan ancaman dari mereka,” kata Watta.
Kepada tempo, Watta juga menyampaikan aparat menjadi penghalang bagi mereka untuk berkebun di hutan mereka. Mereka kata Watta memberanikan diri dan akhirnya berlawanan secara langsung di lapangan. Masyarakat juga sering kali diancam oleh aparat keamanan.
“ karena berbagai masalah, almarhum dipercayakan untuk mendampingi kami masyarakat Nuaulu untuk melaporkan kasus yang terjadi kepada pihak Komnas Ham Maluku,” ungkap Watta.
Aparat TNI-Polri, menurut masyarakat beragama leluhur pulau seram ini, melakukan penjagaan ketat di lokasi logging. “Ada brimob, aparat polres, aparat TNI Kodim, hingga POM,” tandasnya.
Watta juga menceritakan beberapa kali ditemani bersama kepala dusun bonara (masyarakat adat Nuaulu di Desa Sepa) bertemu dengan sejumlah aparat yang ingin naik ke camp lokasi logging. Diantara mereka ada Kapolsek, dan Kapolres Maluku tengah saat itu.
Kapolres Maluku Tengah saat itu, menurut Watta berkantor dan tidur di camp lokasi logging. Ironisnya karena biasanya menentang perusahan, Watta juga pernah diancam oleh pihak perusahan dan juga aparat TNI-Polri yang sedang berjaga di kantor Perusahaan.
Tak hanya dirinya yang diancam, Watta juga menceritakan Yohanes pernah diancam oleh pihak perusahan. “Ada 3 orang yang dicari untuk dibunuh adalah Raja Negeri Nuanea, Sahune Matoke, Kepala Pemuda Dusun Rohua Wata Peirissa dan Yohanes Balubun pengacara masyarakat adat yang memang telah meninggal,”ujar watta.
Manajer Personalia PT Bintang Lima Makmur, Bahtiar Sidik Kunyo, mengakui perusahaannya bekerja sama dengan pihak Kodam Pattimura. Mereka mengelola kayu di kawasan itu. Namun, ia menolak soal tuduhan ancaman pembunuhan dari petugas perusahaan kepada Yohanes dan masyarakat. Ia tak menjawab lebih detail soal ancaman tersebut. “Saya hanya bawahan,” ujarnya, 2 November 2019.
Bahtiar mengakui ada penempatan aparat TNI-Polri dan POM TNI AD di lokasi camp perusahan karena sempat dicegat oleh suku Nuaulu. “ Ada tiga pos aparat yang ditempatkan di areal camp perusahan yang ditempati oleh kariawan. Jumlah kariwan yang berada di peusahaan PT.Bintang Lima Makmur berjumlah 126 orang dengan gaji bervariasi dengan minimal 2.400.000 rupiah,”ujarnya.
Bahkan, kariawan PT.Bintang Lima Makmur saat diwawancarai oleh tempo dan sejumlah wartawan di ruangannya pun mengaku, pernah didatangi oleh seorang perwira TNI dari Jakarta. “Ada petinggi TNI yang datang di perusahan dan marah-marah. saat itu kapolres maluku tengah dipanggil, namun untuk lebih spesifik saya tidak mengetahui,” kata bahtiar.
R. Latuconsina, seorang anggota TNI yang ditemui di lokasi perusahan PT. Bintang Lima Makmur, juga mengakui petinggi TNI dengan berpangkat letnan jendral pernah mendatangi lokasi tersebut. Latuconsina merupakan seorang babingsa di desa sepa. Dirinya mengatakan, sebagai bawahan hanya patuh pada perintah atasannya.
“Pada tahun 2017 petinggi TNI itu datang. Kalau seingat saya, petinggi TNI dengan pangkat 3 bintang datang langsung ke perusahan dan mengecek kondisi perusahan. Bahkan yang saya lihat dirinya mengatakan Kapolres saat itu dipanggil dirinya dan dimarah-marah oleh petinggi TNI tersebut,” ungkap Babingsa desa Sepa itu.
Tanpa menutupi, Babinsa desa Sepa ini membeberkan pemilik perusahan tersebut. “Yang saya dengar pemilik perusaahan tersebut adalah salah satu petinggi TNI di Jakarta. saya tidak tahu secara spesifik nama petinggi TNI tersebut, hanya nama petinggi TNI dengan pangkat letnan jendral marwan yang datang ke perusahan tersebut,” cerita Latuconsina.
Kepala Penerangan Kodam Pattimura, Kolonel Jansen Simanjuntak, meminta masyarakat melapor jika menerima ancaman dari personel TNI. “Anggota TNI tidak boleh menyakiti hati rakyat,” tutur Jansen kepada Tempo, pertengahan Desember 2019. Menurut dia, seharusnya tentara melindungi masyarakat. Ia berjanji untuk menindaklanjuti ancaman kepada Yohanes ke satuan intel di Kodam Pattimura. “Ini harus menjadi peringatan kepada prajurit agar tidak boleh mencubit masyarakat, apa lagi mengancam,” ujarnya.
Dari sejumlah informasi yang dihimpun tempo, sejumlah nama petinggi TNI diduga pemilik dari perusaahan kayu tersebut. Satu diantaranya adalah mentri kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.
Penelusuran kepemilikan perusahan kayu ini dilakukan tempo. Data yang diterima pusat data analisa tempo (PDAT), nama Budi Yulianto tercatat sebagai pemilik perusahan itu. Perusahan ini didirikan dengan akta bernomor 11 tanggal 7 Mei 2007.
Budi Yulianto adalah direkturnya. Dia merupakan Pengusaha Sukses Asal Bangka Belitung pria kelahiran Bangka Belitung 18 Mei 1971. Budi, salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Budi Yulianto atau akrab disapa Budi ini adalah nakhoda bisnis dari perusahaan bernama PT. Buano Grup. Selain nama Budi. Nama Yuri. F.M. Mawengkang tercatut juga didalam perusahan tersebut. Keduanya merupakan pemain bisnis kayu di Indonesia Timur.
Nama Budi tak asing lagi bagi dunia bisnis maupun pemerintah. Dirinya sempat menjadi karyawan di Salim Group sebelum menjadi pengusaha Indonesia. Sayangnya perusahan miliknya memiliki rekor buruk. Dari data yang dihimpun tempo, perusahaan Multi Buana Group ini sempat tersandung kasus kriminal.
BUDI Yulianto selaku owner PT. Buana Grup berkali-kali disebutkan dalam persidangan dalam kasus korupsi dengan kasus korupsi hery suryady (wakil rector II Universitas Maritim raja Ali haji ( umrah) Tanjung Pirang). Beberapa kejanggalan dalam proyek senilai 30 miliar rupiah tersebut.
Bukti lainnya yang menyeret nama Budi Yulianto serta rekannya Yuri. F.M. Mawengkang dalam bisnis kayu di pulau seram . keduanya merupakan pemilik lain dari PT.Strata Pasific di Lokasi Seram Bagian Bagian Timur, Maluku dengan luas lokasi 73.363. Hektar.
Tuasikal Abua, Bupati Maluku tengah membantah keterlibatannya dalam memberikan izin kepada PT. Bintang Lima Makmur. Saat diwancarai tempo di kantor Bupati awal November 2019, Tuasikal enggan menjawab dan bertanggung jawab terhadap perusahan tersebut.
“saya tidak tahu dengan perusahan tersebut, karena merupakan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini kementrian kehutanan,”jelas Bupati kepada Tempo.
Tuasikal beberapa kali mangkir dari pertanyaan dan memilih menjawab tidak tahu. “bukan kewenangan pemerintah kabupaten Maluku Tengah. Takutnya komentar saya menyinggung pihak lainnya yang mempunyai wilayah dan itu sangat tidak elok,”kata Tuasikal
Sayangnya, Dia mengelak saat ditanyakan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten pada tahun 2015 lalu. “ saya tidak pernah tahu dengan perusahan dan tidak tahu dengan izin tersebut,” tandasnya
“Semuanya itu dikembalikan kepada masyarakat adat sampai dimana manfaat dari investasi yang ada,” tambah Tuasikal dengan sedikit bernada emosi
*****
Fakta dari Makam
Keluarga dan sahabat-sahabat meyakini Yohanes meninggal secara tak wajar. Beberapa hari setelah meninggal, mereka membentuk Tim Advokasi Sahabat Hati Yanes. Tim ini melapor secara resmi ke Kepolisian Daerah Maluku, 19 April 2016. Mereka meminta polisi menyelidiki kembali kematian Yohanes yang sebelumnya disebutkan meninggal karena kecelakaan tunggal.
Kepolisian merespons laporan tersebut dengan menyatakan mengirim surat memulai penyelidikan pada 4 Mei 2016. Mereka membongkar makam Yohanes di tempat pemakaman umum Jalan Hahurun, Ambon, sepekan kemudian. Dokter forensik dari Rumah Sakit Umum Daerah Masohi, Arkipus Pamutu, yang memimpin autopsi ulang itu. Autopsi di lakukan di sebelah liang Yohanes, dengan tertutup tirai. Isak tangis keluarga Yohanes, dan kemurungan wajah sahabat Yohanes mewarnai autopsi ulang itu.
Dokumen autopsi pertama di RSUD DR M. Haulussy yang diperoleh Tempo menyebutkan Yohanes mengalami luka di kepala depan, dan luka lebih berat di bagian belakang. Luka itu disebabkan oleh benda tumpul. Telinga kanan Yohanes berdarah akibat luka tersebut.
Dokter juga menemukan tulang rusuk ke-4,5 dan 6 Yohanes patah . Jaraknya sekitar 2,5 sentimeter dari tulang dada. Ada pula pembekuan darah di dada kanan sebesar 9×10 sentimeter. Laporan itu tak menyebutkan ada alkohol di tubuh Yohanes.
Namun, polisi berkesimpulan kematian Yohanes melalui keterangan yang disampaikan Daniel Nirahua rekannya. Dalam kesaksian kepada polisi, menurut penyidik, mereka mendapatkan informasi almarhum mabuk berat dalam pesta ulang tahun Daniel Nirahua di hotel Swisbell, rabu malam, 6 april 2016 lalu.
Keterangan yang disampaikan penyidik Subdit III Krimum Polda Maluku kepada Tempo membenarkan bahwa almarhum kecelakaan karena mengkomsumsi minuman keras yang sangat banyak sehingga polisi berkesimpulan Yohanes mengendarai kendaraannya dengan kecepatan yang sangat tinggi yang mengakibatkan kecelakaan tunggal di tikungan jalan ina tuni, kelurahan waihoka, sirimau kota ambon.
Berbeda dengan keterangan polisi yang menyimpukan Yohanes meninggal karena kecelakaan tunggal akibat pengaruh minuman keras. Tempo menelusuri arsip rekam medis almarhum sebagai bukti rawat inap almarhum di rumah sakit.
Tempo berhasil mendapatkan bukti rekam medis Yohanes. Tempo pun mewancarai sejumlah dokter di rumah sakit. Melalui keterangan sejumlah sumber yang ditemui oleh Tempo, menjelaskan korban meninggal dengan cedera kepala berat (CKB). Beberapa luka di kepala (multiple) dan suspek atau penuh kecurigaan. Selain itu adanya pendarahan disebelah kanan kepala korban.
“Dari hasil rekam medis korban tidak dicantumkan korban mengalami lecet di daerah tubuh lainnya seperti tangan dan kaki hanya bagian belakang kepala dan dahi korban. Tidak ada keterangan yang mencantumkan korban meninggal akibat komsumsi alkohol berat seperti yang dijelaskan oleh saksi almarhum dan polisi yang menyatakan korban meninggal akibat kecelakaan tunggal karena mengkomsumsi miras,” ujar dr. Alwia Djamalilleil, salah satu dokter umum di kota Ambon.
Ditemui di RSUD Masohi, Arkipus Pamutu mengatakan tak ada yang berbeda antara hasil autopsi pertama dengan autopsy almarhum. Ia menyebutkan dokumen sebelumnya secara tak langsung menyebutkan kematian Yohanes diduga tak wajar. “Perkiraan kematian diduga akibat kekerasan benda tumpul seperti batu, kayu, besi atau benda keras lainnya,” katanya.
Arkipus menggambarkan Luka dibagian depan dan belakang kepala kiri disebabkan kekerasan tumpul . “ Perkiraan kekerasan tumpul seperti : Batu, kayu, besi, dan benda keras lainnya”, jelas Dirinya.
Arkipus juga mengungkapkan bagian dada korban ditemukan adanya patahan pada rusuk ke 4, 5 dan 6 (Anthimorthen). “Pada ruas 3 sampai dengan 6 tampak patahan 2,5 cm dari tulang dada. Pada daerah dada kanan tampak pembekuan darah 9 x 10 cm” kata Arkipus.
Namun sayangnya, menurut dokter forensic dari RSUD Masohi ini, informasi tersebut tak dijelaskan oleh polisi tentang posisi korban , dalam posisi tertidur diatas setang motor (honda megapro). “Dokter hanya disuruh melakukan otopsi saja, tidak diberitahu posisi kecelakaan korban ”. sesal dia
Pernyataan ini berbeda dengan temuan penyelidik Polda Maluku. Pada 11 Juni 2016, polisi mengumumkan kematian Yohanes karena kecelakaan tunggal. Dari hasil pemeriksaan saksi, polisi menduga Yohanes mabuk di malam itu. Ia pun diduga mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi tanpa mengenakan helm. “Tidak terbukti mengalami penganiayaan,” kata Kepala Sub Direktorat 3 Direktorat Kriminal Umum Polda Maluku, Ajun Komisaris Besar Willem Tanasale.
Namun dari keterangan lainnya, Tanasale membenarkan hasil otopsi yang dilakukan oleh dokter arkipus pamutu. “ada 2 yakni pemeriksaan bagian luar dan dan dalam. Jadi dari hasil otopsi, penyebab kematian korban adalah kekerasan benda tumpul pada bagian kepala bagian kiri karena ada benturan karena menabrak tiang telepon di areal selokan,” jelas dia.
Tempo membawa dokumen autopsi Yohanes ke dokter forensik senior Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, Djaja Surya Atmadja, 23 Juli 2019. Setelah membaca tuntas dokumen itu, ia menduga Yohanes meninggal karena dipukul sangat keras di bagian kepalanya. “Dia ini dipukul sama benda tumpul dengan keras sekali, sehingga pendarahannya banyak,” kata Djaja. “Ini ada dua kali serangan ke kepalanya, bukan kecelakaan.”
Djaja juga menjelaskan hasil recorder hasil autopsi dr. Arkipus Pamutu secara rinci. “ Setelah saya lihat ini yang pertama lukanya ketika masih hidup, jadinya artinya dia bukan orang yang sudah mati kemudian trauma. Karena itu ada benda tumpul dan benda tersebut berat sekali dan menghantam belakang kepala dan patah sehingga otaknya berdarah semua. Tapi dia juga ada kekerasan di dada kanan ada hantaman benda keras. Tapi yang biking mati itu dari kepala itu berat sekali. Jadi itu dipikul sama benda tumpul dan itu pukulannya keras sekali, sampai pendarahaannya banyak sekali. Jadi ada dua kali serangan pak,” kata presiden forensic asia-pasific atau Indo pacific Association Of Law, medicine and Science (INPALMS).
Selain kepala Yohanes, Dosen FKUI Dep Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI RSCM ini juga menjelaskan dari hasil autospi Yohanes, yang mengarah ke dada yang mengalami patah rusuk.
“Oh tidak, laka tidak begitu, tidak mungkin. Luka-lukanya kalau laka itu banyak di luar, dan ini 2 kali terarah kok kearah kepala. Setelah jatuh di hantam di dada lagi dan diinjak. Tapi yang serius mematikan itu di kepala. Yang begini tidak mungkin kecelakaan, kecelakaan tidak seperti itu dan beda bangat,” terang dokter yang pernah menangani lima ratus kasus pembunuhan ini.
*****
Alkohol di Pesta Ulang Tahun
YOHANES Yonathan Balubun tampak rapi di malam itu, Rabu, 6 April 2016. Berkemeja tangan panjang warna biru, dan celana jins yang masih terlihat bersih. Ia hendak pergi ke pesta ulang tahun Edwin Huwae, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Maluku, kala itu. Ruth Lawalata, istri Yohanes, mengingatkan agar tak pulang terlalu malam. Yohanes berangkat ke Sorong esok hari. “Saya minta dia jangan terlalu banyak minum, meski dia tidak suka mabuk,” kata Ruth kepada Tempo.
Yohanes memacu sepeda motornya ke lokasi pesta, sekitar pukul 21.15 WIT. Ia membawa serta helmnya. Acara itu digelar di rumah Edwin di kawasan Karang Panjang, Ambon. Edwin mengaku tak melihat Yohanes di malam itu. Ia pun merasa tak mengundang Yohanes. “Saya tidak tahu dia datang ke acara syukuran, dan saya juga tidak tahu soal kematian Yohanes,” ujar Edwin.
Ia tak berlama-lama di acara ulang tahun Edwin. Sekitar pukul 23.00 WIT, Yohanes tiba di acara ulang tahun teman pengacaranya yang lain, Daniel Nirahua, di Swiss-Belhotel Ambon. Seorang tamu di acara itu, Yakobis Siahaya, mengaku bertemu Yohanes di acara tersebut. Keduanya berteman. Menurut Yakobis, Yohanes menenggak minuman keras di acara ulang tahun tersebut. “Dia happy-happy di acara itu,” kata Yakobis kepada Tempo.
Keduanya sama-sama meninggalkan hotel sekitar pukul 00.30, Kamis, 7 April 2016. Saat diperiksa polisi, Yakobis mengaku sempat melihat Yohanes terpeleset saat menuju parkir sepeda motor. Daniel hingga kini entah ke mana. Ia menghilang dan belum bisa ditemui usai kasus pembobolan salah satu bank di Ambon meledak, pertengahan tahun lalu.
Rahma Putri adalah mantan Manager Hotel SwisBell Ambon, saat dihubungi tempo pertengahan November 2019, mengungkapkan tidak pernah mengetahui pesta ulang tahun yang digelar. Tak pernah diperiksa dan memberikan keterangan kepada polisi. Bahkan tak pernah memberikan alat bukti.
“saya baru pernah tahu kasusnya, karena tidak pernah dipanggil oleh pihak kepolisian untuk menjadi saksi. Kami juga tidak pernah memberikan barang bukti berupa rekaman CCTV kepada penyidik atau polisi manapun untuk dijadikan sebagai alat bukti. Selain itu, kariawan kami juga tidak pernah diperiksa,”kata manager swissbell melalui telepon selulernya, 13 november 2019.
Keterangan rahma ini tentunya langsung membantah BAP penyidik Krimum Polda Maluku yang menyatakan telah mengamankan barang bukti rekaman CCTV dari hotel, berdasarkan keterangan Daniel Nirahua yang menyatakan almarhum mengkomsumsi minuman keras sangat bannyak dengan menyerahkan bukti nota minuman keras sebanyak Rp.13 juta ke pihak penyidik.
Mereka yang menolong Yohanes di malam nahas itu memberikan penjelasan yang berbeda. Dari empat saksi yang ditemui Tempo secara terpisah, tak ada yang mencium aroma alkohol dari mulut Yohanes. “Kalau dia minum pasti saya mencium aromanya karena saya yang mengangkat bagian kepalanya,” ucap Simon, salah seorang penolong Yohanes.
Fakta lain yang terungkap dari penelusuran Tempo adalah kesaksian masyarakat soal dua orang pengendara sepeda motor yang berada di lokasi kejadian di malam itu. Sejauh ini, polisi belum menelusuri keberadaan mereka. Helm Yohanes ditemukan di salah satu rumah sahabatnya. Ia diduga menyinggahi rumah itu seusai dari hotel.
Sementara, Tim Advokasi Sahabat Hati Yanes meyakini kedua pengendara tersebut mengetahui apa yang terjadi sebelum Yohanes terjatuh. “Kami meyakini Yanes dibunuh,” kata Koordinator Tim Advokasi, Yohanis Butje Hahury.
Tempo menelusuri rute Yohanes di malam itu, mulai dari Swis-Belhotel hingga jalan Ina Tuni. Hasilnya, Yohanes melewati jalanan yang mendaki dan berliku. Jarang sekali terlihat kendaraan yang melintas di atas 40-50 kilometer per jam. Kondisi jalan semakin sepi menjelang tengah malam.
“Kecelakaan” yang dialami Yohanes memicu Johanis Amahoru melakukan penelitian kecil soal kondisi fisik sekitar Jalan Ina Tuni. Johanis adalah dosen di Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen Indonesia Maluku. Menurut Johanis, ia meneliti kondisi jalan di sana bersama mahasiswa. Mereka menghitung kecepatan sepeda motor dan mobil di jalanan tersebut. “Semua kendaraan pasti mengurangi kecepatannya saat melewati Jalan Ina Pitu menjadi maksimal 35 kilometer per jam,” ujarnya.
Kondisi jalan, katanya, membuat pengendara berhati-hati. Apalagi bagi pengguna yang sering melewati jalan tersebut. Pandangan pengemudi juga terhalang pepohonan. “Kesimpulannya, lokasi tersebut jarang sekali untuk terjadi kecelakaan, apalagi kecelakaan tunggal, karena pengendara pasti menurunkan kecepatan,” kata Johanis.
*****
Helm dan Ponsel yang hilang
Helm fullface itu tiba-tiba saja berada di beranda rumah Yani Patipeilohy, teman kuliah Yohanes di jalan mardika, ambon. Dari sinilah polisi dan teman sejawatnya, berkesimpulan Yohanes sempat singgah di rumah sahabatnya itu di kawasan mardika.
Polisi dalam gelar perkara, berkesimpulan Yohanes meninggal akibat mabuk berat. Dia juga saat kecelakaan tak menggunakan helm.
Yani Pattipeilohy, teman dekat Yanes sejak dibangku kuliah. Yani sendiri telah dianggap sebagai saudara kandung almarhum. Sayangnya dia tak melanjutkan studinya di fakultas hukum Unpatti sejak konflik ambon tahun 1999. Tetapi Yohanes melanjutkan studinya hingga sarjana.
Kepada tempo, Yani mengaku baru mengetahui helm milik almarhum kamis pagi sekitar pukul 08.00 wit, setelah mendengar informasi Yanes mengalami kecelakaan. Dari situlah dirinya menyadari helm yang diangkat dari beranda rumahnya adalah milik Yanes. Helm ditemukan sekitar pukul 02.00 Kamis dini hari.
“beta memang sempat angkat helm itu. namun seng (tidak ) tahu helm itu adalah miliknya. Menurut istrinya Uti, helm itu milik adik iparnya. Dia meminjamkannya untuk Yanes. Makanya beta jua seng tahu bahwa itu helm yang dipakai yanes dan diletakan di rumah ini. Beta heran, untuk apa dia taruh helm disini, kan dia seng singgah di rumah ini. Kalau singgah pun pasti dia pakai,” tegas Yani.
Menurut, Yani sangat dekat dan mengenal Yanes. Mereka sesekali komsumsi sopi (miras lokal). Namun kata Yani, Yanes tidak mabuk. Almarhum tetap sadar diri untuk bisa pulang ke rumah. “ kalau helm, itu paling utama dia ingat. Jadi tidak mungkin helmnya lupa,” ujar pekerja karantina hewan kota ambon ini.
Sampai disini Tempo tidak bisa lagi menelusuri jejak perjalanan Yohanes. Beberapa keterangan dan saksi kunci orang terakhir yang bertemu dengan almarhum di depan kantor AMAN, jalan Karang panjang tidak sesuai dengan hasil investigasi tempo.
Selain helm yang hilang, teror dan pesan ancaman dari orang tak dikenal kepada Yanes. Ponsel dengan nomor 081343184672 menurut sejumlah sumber tempo menyebutkan 3 bulan jelang kecelakaan, berkali-kali menjadi sasaran ancaman orang tak dikenal itu.
Ponsel jenis Samsung hilang saat terjadi peristiwa nahas malam itu. “ ada dua hp yang dipake Yanes. Satunya merek Samsung yang hilang, dan satu lagi hp jenis kecil merk nokia,”kata Ruth istri Yohanes.
Sayangnya, pasca kejadian tersebut kerabat serta tim advokasi sahabat yohanes tak berpikir untuk menelusuri hp Yanes yang hilang. Semua bukti ancaman pun sulit didapat melalui ponsel tersebut.
Tempo pun kembali menelusuri, nomor hp yang telah hilang. Ponsel dengan nomor 081343184672 masih aktif. Saat menelpon, seorang yang tak dikenal mengangkatnya.
Melalui beberapa sumber dan rekanan tempo pun menelusuri nomor tersebut. Alhasil, nomor dan pemiliknya berhasil dilacak. Penelusuran dilakukan. Alhasil, pemilik KTP dengan nomor 617102160970001 atas nama Rahmad. Pemiliknya berdomisili di Jl. Padat Karya Kompleks Palestin indah Permai 5,Kecamatan Pontianak Timur, Kabupaten Kalimantan Barat.
Tak hanya itu, kecurigaan terhadap pemilik nomor ponsel tersebut berlanjut. Nomor kartu prabayar telkomsel itu dilacak oleh seorang IT, rekanan tempo. Nama Yohanes, masih tertera pada pemilik nomor ponsel itu. Lokasinya terletak di kabupaten Kapuas, Kalimantan Barat.
Kecurigaan tersebut membuat tempo mengkonfirmasi pihak telkomsel ambon. Kasus tersebut pun dijelaskan. Telkomsel diwakili humasnya, Hendrik Angrik, menjelaskan pelanggan punya tenggang waktu diberikan jika kartu prabayarnya mati.
“kalau masa tenggangnya telah lewat, maka kartu tidak bisa digunakan lagi dan dipakai kembali dan nomornya harus diganti lagi. Masa aktifnya paling lama 3- 6 bulan diberi waktu tenggang. Dan Kalau nomor tersebut mati tidak bisa digunakan lagi,” kata hendrik.
Humas Telkomsel area ambon ini juga menerangkan nomor tersebut tidak bisa lagi digunakan jika telah melewati masa aktifnya atau mati. “nomor kartu telkomsel tersebut bisa dipakai oleh orang lain setelah direcicle oleh pihak telkomsel dan bisa dibeli oleh pelanggan telkomsel lainnya. Beda jika kartunya tiba-tiba ada, tentunya telah direcicle oleh telkomsel untuk dijual. Setelah itu baru bisa digunakan oleh pelangggan telkomsel lainnya,”tutur dia.
Namun kasus yang dijelaskan tempo, membuat humas telkomsel ambon ini harus berpikir untuk menjelaskan secara rinci. “ jika pernah pakai google map dan nama almarhum tertera pada nomor tersebut, maka pemilik nomor hp ini masih menggunakan nomornya. Namun sulit bila ponsel yang jatuh dan ditemukan bukan pemiliknya, nomornya dipertahankan. Seharusnya dibuang dan nomor tersebut tidak akan lagi terdaftar pakai nama sebelumnya, kecuali saat daftar di google pakai nomor itu juga,” ungkap hendrik.
Dia berpendapat, pemilik kartu perdana telkomsel yang dipakai dengan identitas lain ini, masih menggunakan kartu yang sama.
“Untuk menggunakan nomor ini, kecuali sudah direncanakan. Jika beberapa tahun kemudian nomor kartu tidak aktif lagi karena sudah diricicle,” jelas dia.
Dikatakan, pemilik nomor kartu perdana tersebut bisa memakai ponsel yang sama dengan non-aktifkan sementara waktu nomornya. “ bisa sebulan hingga dua bulan baru dihidupkan lagi untuk meredakan suasana, kemudian dipakai lagi,”Kata Hendrik.
Ponsel dengan ancaman tentunya memberikan kecurigaan bagi kerabat maupun rekanan Yanes, lantaran berisi pesan ancaman dan teror dari sejumlah orang yang menamakan diri mereka Intel TNI.
*****
Yohanes Dikelilingi Sejumlah Kasus.
Yohanes tak hanya aktivis lingkungan. Sejarah mencatat dirinya juga merupakan ketua AMAN wilayah Maluku. LSM Kemanusian,Hingga Pengacara Masyarakat Sipil. Kebanyakan kasus yang ditanganinya adalah kasus masyarakat adat.
Sebagian besar sumber-sumber tempo meyakini Yohanes Balubun dianiaya hingga tewas. Yohanes diyakini meninggal karena saat itu mendampingi kasus Lahan adat di hutan Rohua, Desa Sepa, Maluku Tengah.
Lalu pertanyaannya, siapa dibalik pembunuhan Yohanes ? Polisi melalui Humas Polda Maluku juga saat ditemui tempo masih menyatakan kematian Yohanes adalah murni kecelakaan tunggal dan bukan penganiayaan seperti yang dilaporkan tim advokasi almarhum.
Gelar perkara yang dipimpin oleh AKBP Roem Ohoirat saat itu masih menjabat sebagai Wadir Krimum Polda Maluku (saat ini Kabid Humas Polda Maluku dengan jabatan Komisaris Besar Polisi) menyimpulkan perkara masih bisa dibuka jika ada bukti baru, namun polisi pun tidak bergerak untuk menelusuri kematian Yohanes. Dari data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku dan KomNas HAM Perwakilan Maluku menyebutkan Yohanes saat itu tengah menangani sejumlah kasus.
Sumber-sumber tempo menyebutkan dari Sepuluh Kasus yang ditangani oleh Almarhum, dua kasus yang dianggap berat dan selalu ada ancaman dari berbagai pihak. Kasus Sengketa lahan antar Masyarakat Adat Noaulu dan PT. Bintang Lima Makmur serta Sengketa Dusun Dati Air Mata Desa Tawiri. Kedua kasus ini saat didampingi Yohanes selalu mendapat ancaman yang sangat serius.
Lenny Patty, Ketua AMAN Maluku kepada Tempo menceritakan pengalaman almarhum untuk melakukan advokasi kasus masyarakat adat di lapangan. “Ini membuat saya belajar banyak dari Yanes,” tutur Leny. Selain itu ketua AMAN Maluku ini juga menceritakan bersama-sama menangani kasus yang terkait dengan bekingan aparat keamanan baik TNI maupun Polisi.
Lenny menceritakan pernah bersama-sama dengan almarhum dan menangani kasus-kasus tersebut dan seringkali diancam.
“ Almarhum menceritakan kepada saya ada oknum intel tentara yang menelpon dia dan mengancam almarhum karena telah memberikan statmen di salah satu koran lokal terkait keterlibatan aparat TNI di perusahan PT. Bintang Lima Makmur yang mulai melakukan operasi 2015. Selain itu juga ada beberapa kasus seperti masalah persoalan tanah di tawiri antara pemilik ahli waris dengan TNI Angkatan Laut, dan mereka sempat beradu argument saat hearing di DPRD Kota Ambon.”cerita menirukan pernyataan Yohanes.
Yohanes menurut Lenny, sempat menceritakan kepada dirinya bahwa ia pernah diancam di pulau Seram. “ Yanes bercerita pernah dicari oleh OTK di penginapan saat dirinya berada di masohi. Saat itu dirinya, mendampingi masyarakat adat Nuaulu di Masohi Maluku Tengah, dan saat itu juga dirinya harus pindah penginapan. Tak sampai disitu, penelpon misterius itu mengikuti saat almarhum ingin berangkat balik menggunakan jasa kapal cepat dan akhirnya almarhum harus merubah rute tersebut hingga tiba di kota ambon,”ujarnya
Seminggu sebelum kejadian menurut Lenny, almarhum menceritakan merasa ada yang mengikuti dirinya terus dan memata-matai almarhum. Yanes terpaksa merubah jadwal untk pulang yang biasanya malam menjadi siang atau sore.
“ pada tanggal 6 april 2016 itu ada telp untuk menghandiri ulang tahun, dan menurut almarhum undangan yang akan dihadiri adalah Edwin Huwaae yang merupakan ketua DPRD Provinsi Maluku,”Jelas Lenny.
Bukan dimatai-matai sebelum meninggal saja, namun menurut Lenny, pasca Yohanes meninggal. Tim yang melakukan rapat di kantor Humanum Karang Panjang Ambon dibuntuti orang misterius.
Lenny mengaku pasca meninggalnya Yanes, tim advokasi selalu dibuntuti orang misterius saat melakukan rapat. Kata ketua AMAN Maluku ini, saat rapat untuk mengadvokasi almarhum selalu ada pihak-pihak yang mencurigakan yang datang untuk foto dan bertanya ke beberapa tukang ojek yang berada di sekitar kantor Humanum karang panjang.
“Sempat orang misterius itu dikejar oleh anggota tim advokasi setelah selesai memotret, namun tidak tertangkap,”ungkap Lenny.
*****
Penulis
Belseran Christ
Editor
Mustafa Silalahi
Multimedia
Zulkifli Abas
Infografis
Tesar Saija
Discussion about this post