Christ Belseran dan Edison Waas (Ambon)
PERNAHKAH mendengar atau melihat secara langsung sayur laut yang tumbuh berjamur di atas bebatuan karang?
Nah, sayur laut atau nama latinnya Porphyra sp ini merupakan jenis rumput laut atau makroalga laut merupakan sumber terbaharukan yang potensial dalam lingkungan laut.
Bagi masyarakat pesisir Ambon Maluku, tumbuhan ini sudah dimanfaatkan turun-temurun, sebagai sayur maupun untuk obat-obatan.
Sayur karang adalah begitu tumbuhan bak jamur di atas bebatuan karang, dimana waktu pengambilan jenis tumbuhan karang di Pulau Ambon di saat musim timur.
Disebut musim timur karena angin bertiup dari arah timur, dan waktu itu adalah waktu penghujan antara bulan Mei hingga bulan September muda di Pulau Ambon.
Masa itu, gelombang laut sangat tinggi sehingga nelayan tidak bisa melaut. Untuk memenuhi pangan, sayur karang bisa pengganti lauk (ikan) oleh warga di Ambon.
Uniknya, menurut warga untuk mendapat hasil yang berkualitas adalah bunga karang yang diterpa ombak. Sehingga untuk mengambilnya mereka harus berhati-hati melewati satu demi satu tebing batu karang. Belum lagi dengan ombak yang bergerak menghantam batu karang.
Nah, tak mudah untuk berburu sayur karang ini, karena warga harus bergelut dengan hamparan ombak dan juga batu karang. Belum lagi permukaan bebatuan karang yang meruncing dan tajam.
Seperti yang dilakukan oleh Ferdi Waas, warga Negeri (desa) Hatalai, Kecamatan Leitmur Selatan (Letisel) Kota Ambon, yang berjibaku mendapatkan sayur laut di atas bebatuan karang.
Dia menerangkan, lokasi pengambilan bunga karang selama ini adalah di pesisir Pantai, Negeri Hukurila, Leitisel,Kota Ambon. Lokasi itu dipilih oleh dia karena jenis rumput laut ini tumbuh subur saat musim timur.
Setiap musim timur, katanya, warga sekitar pesisir selalu menyempatkan diri untuk mengambil bunga karang ini untuk dijadikan lauk pauk, bahkan dijual.
“Rasanya enak, sehingga jiwa waktunya kami sering mengambil. Tanpa ikan pun kami makan, apa lagi jika dimakan dengan singkong, pisang dan ketela pohon rebus,” terang Ferdi.
Bagi masyarakat pesisir Kecamatan Leitimur Selatan, pesisir Negeri (desa) Hukurila merupakan pusat tumbuhan sayur laut jenis rumput laut ini, karena laut dan pesisir pantainya berkarang. Pantai Hukurila saat ini merupakan satu dari sejumlah destinasi wisata di Kota Ambon, yang memiliki keindahan pantai dan taman bawah lautnya.
Tumbuhan ini layaknya parasit yang menumpang subur di atas bebatuan karang di pesisir pantai. Bahkan sayur karang ini tumbuh lebat, sehingga tampak terlihat bebatuan karang berwarna coklat, kekuning-kuningan.
Setelah berburu sayur laut ini, Ferdi bilang biasanya mereka langsung mengolah sayur laut ini dengan langsung dimasak maupun dikeringkan. Bagi keluarganya, sayur laut ini biasanya jadi urap sayur laut.
Olahan mirip urap berbahan dasar dari bunga karang selama ini menjadi salah satu makanan hasil laut yang diminati masyarakat di Pesisir Pulau Ambon, jadi wajar karena pulau Ambon 95 % di kelilingi laut.
Ia menerangkan tentang cara mengelola sebelum dikonsumsi, tergantung selera saja, namun yang pasti bunga karang ini akan dicampur dengan kelapa yang diparut, dan agar lebih gurih dan sedap diaduk juga dengan bumbu -bumbu dapur, layaknya membuat urap.
Biasanya, oleh masyarakat Ambon, sayur karang sebelum dikonsumsi diolah dengan cara dengan dicampur dengan parutan kelapa, dan jenis bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, daun kemangi, serta asam jeruk.
Kemudian, kelapa yang parut yang dibumbui untuk campuran sayur-mayur rebus, ubi, ketan, dan sebagainya. Namun untuk bunga karang yang dijadikan sayur, bunga karang tidak direbus, hanya dibersihkan dan diaduk.
“Sudah jadi tradisi jika ada yang mengambil biasanya, teman, saudara di undang untuk menikmati secara bersama -sama bunga karang ini. Kalau pun untuk dikonsumsi dalam rumah tangga masing masing hanya dalam jumlah sedikit. Jadi usai diambil, makanan ini pun di makan secara bersama sama” tutup pria asal Negeri Hatalai ini.
Lalu apa itu sayur karang?
Berdasarkan jurnal penelitian Radja B D Sormin, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura, dengan judulnya Komposisi Kimia dan Potensi Bioaktif Sayur Laut (Porphyra sp), Sayur karang, termasuk jenis alga berasal dari devisi Rhodophyta yang tumbuh/melekat pada bebatuan di daerah pasang surut dan muncul ketika musim timur tiba antara bulan Juni sampai September.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari komposisi kimia sayur laut/rumput laut jenis Porphyra sp dan potensi bioaktifnya ekstrak sebagai antibakteri terhadap 3 jenis bakteri yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
Dalam jurnal penelitiannya, Radja menulis banyaknya jenis rumput laut di Maluku yang telah dimanfaatkan masyarakat secara turun temurun, baik sebagai sayur maupun obat-obatan. Salah satu jenis rumput laut yang digunakan sebagai sayur adalah Sayur Laut (Porphyra sp).
Jenis ini, menurutnya, banyak di temukan di desa Hukurila, kota Ambon provinsi Maluku.
Sayur laut dijelaskan, termasuk jenis alga berasal dari devisi Rhodophyta yang tumbuh/melekat pada bebatuan di daerah pasang surut dan muncul ketika musim timur tiba antara bulan Juni sampai September.
Komposisi kimia sayur laut (Porphyra sp) terdiri dari kadar air 51,2%; kadar protein 11,35%; kadar lemak 0,42%; kadar abu 16,46%; serat kasar 4,36%; karbohidrat 16,46% dan iodium berkisar antara 2,28–7,32 mg/kg.
Jenis alga ini juga memiliki potensi bioaktif sebagai antibakteri. Hasil uji antibakteri dari ekstrak rumput laut Porphyra sp terhadap 3 jenis bakteri yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi menunjukkan adanya daya hambat pada diameter berkisar dari 6,01–15,45 mm.
Rumput laut atau makroalga laut, dijelaskan peneliti Fakultas Perikanan ini merupakan sumber terbaharukan yang potensial dalam lingkungan laut. Sekitar 6000 spesies rumput laut telah diidentifikasi dan dikelompokkan sebagai alga hijau (Chlorophyta), alga coklat (Phaeophyta) dan alga merah (Rhodophyta).
Ia merincikan, produksi rumput laut secara global di dunia pada tahun 2004 lebih dari 15 juta ton, yaitu 1,3 juta ton panen bebas dan 14,8 juta ton hasil aquakultur (FAO 2007).
Rumput laut sebagai bahan baku diet telah diketahui sejak dahulu di daerah oriental karena bahan tersebut bergizi dan merupakan sumber vitamin, dietary fibre, mineral dan protein yang sangat baik (Dawczynski et al. 2007; Lee et al. 2008).
Produk hidrokoloid yang dihasilkan rumput laut juga telah digunakan sebagai bahan kosmetik, farmasi dan industri pangan (Chandini et al. 2008).
Jenis rumput laut yang utama yang menjadi bahan makanan penting dibeberapa negara Jepang, Cina dan Korea adalah genus Undaria (yang biasa disebut wakane), Porphyra (nori) dan Laminaria (kombu).
Pengembangan penelitian rumput laut sebagai sumber komponen bioaktif termasuk karotenoid, asam lemak dan phytosterol telah menjadi perhatian serius, dimana telah dilaporkan komponen ini memiliki fungsi seperti antioksidan, antibakteri, antikoagulan, antitumor, dan anti kanker (Chandini et al. 2008; Nagai dan Yukimoto 2003; Lee et al. 2008).
Dia sebut, di Indonesia terdapat beberapa jenis rumput laut yang bernilai ekonomis seperti Eucheuma, Gracilaria, Gellidium, Sargassum dan Hypnea, dan beberapa jenis di antaranya telah dibudidaya seperti Eucheuma cottoni.
Selain jenis rumput laut yang sudah dikenal luas dan bernilai ekonomis di Indonesia, masih banyak jenis rumput laut yang secara lokal telah dimanfaatkan oleh masyarakat secara turun temurun baik sebagai sayur maupun obat-obatan. Alga dari jenis Porphyra misalnya, adalah salah satu jenis rumput laut lokal yang disebut runut oleh masyarakat di desa Wassu, kecamatan pulau Haruku, kabupaten Maluku Tengah atau sayur laut di desa Hukurila kota Ambon provinsi Maluku.
Alga ini dijelaskan berasal dari devisi Rhodophyta yang tumbuh/melekat pada bebatuan di daerah pasang surut dan muncul ketika musim timur mulai tiba sekali setahun antara bulan Juni sampai September.
Kebiasaan mengonsumsi sayur laut atau sayur laut oleh masyarakat sudah dilakukan turun temurun dan bahkan diperkirakan sebelum bangsa asing menemukan daerah ini.
Bukti tertulis yang ditinggalkan oleh Rumphius, ahli biologi Belanda kelahiran Jerman, tahun 1750 menerangkan bahwa pada abad ke-16 ketika Belanda menduduki pulau Ambon, penduduk setempat sudah biasa memasak berbagai makroalga dengan berbagai macam bumbu dan bahan lain sehingga dihasilkan masakan yang lezat.
Dalam bidang medik secara tradisional sayur laut diyakini mampu memlancarkan pencernaan, menurunkan kolesterol dan sebagai penurun panas (Romimohtarto dan Juwana 2009). Genus Porphyra, secara tradisional diketahui sebagai nori di Jepang, kim di Korea dan zicai di Cina, adalah makanan yang populer dan lezat serta bergizi karena mengandung protein, vitamin, mineral dan serat makanan (Sahoo et al. 2002).
Jenis alga ini juga dilaporkan mengandung, substansi bioaktif, dan komponen anti jamur, serta komponen mineral lainnya (Rao et al. 2007). Komponen bioaktif dari rumput laut juga diketahui menunjukkan aktivitas antibakteri (Vairappan et al. 2001; Vlachos et al. 1999). Bansemir et al. (2006) melaporkan skrining dengan menggunakan ekstrak diklorometan, metanol dan air dari berbagai jenis rumput laut yang dikultivasi, menunjukkan adanya daya antibakteri.
Dalam analisis penelitiannya, Radja juga menggunakan rumput laut (sayur laut) dari jenis Porphyra sp yang dikumpulkan dari desa Hukurilla kota Ambon. Rumput laut dipanen dari substratnya kemudian dikering-anginkan dan dikemas untuk selanjutnya dianalisa.
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah: bahan-bahan kimia untuk uji proksimat, metanol, n-heksan, etil asetat, air laut, DMSO, Muller Hinton Agar, dan suspensi biakan bakteri uji.
Hasil penelitian menunjukan Kadar air pada sayur laut ini dari kandungan air sayur laut segar adalah 90,28% sedangkan kandungan air sayur laut kering 51,2%. Besarnya kandungan air ini menjadikan tekstur rumput laut umumnya lunak dan tidak tahan lama.Oleh karena tekstur yang lunak maka sayur laut dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah sebagai lalapan.
Kadar air sayur laut bervariasi sesuai dengan jenis serta asalnya. Dalam mempertahankan keawetan dari sayur laut ini, biasanya dilakukan pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari, akan tetapi kebanyakan dilakukan dengan pengasaran atau pemanasan di atas tungku sambil memasak. Hal ini sesuai dengan kondisi cuaca saat panen bertepatan dengan musim hujan.
Hasil pengeringan ini disimpan untuk dapat dinikmati pada saat diinginkan. Untuk menghindari pelapukan atau jamur pada sayur laut atau sayur laut kering selama penyimpanan, maka harus disimpan dengan baik, mengingat kadar air masih cukup tinggi yaitu sekitar 27–55.
Dari hasil analisis komposisi kimia sayur laut Porphyra sp maka alga ini dinyatakan layak untuk dikonsumsi karena hasil analisis proksimat menunjukkan adanya kandungan protein, lemak, karbohidrat dan mineral yang sejajar dengan kandungan pada jenis rumput laut yang lain seperti Eucheuma sp dan Sargassum sp.
Dari hasil analisis proksimat maka diketahui bahwa karbohidrat adalah bagian terbesar penyusun runut yaitu 15,88–43%. Sayur laut juga mengandung iodium yang cukup signifikan yaitu berkisar antara 2,20–7,32 mg/kg, sehingga dapat diolah menjadi bahan makanan beriodium yang disukai.
Sementera dari hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak rumput laut Porphyra sp yang paling aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus dan S. typhi adalah ekstrak etil asetat yaitu dengan zona hambat berkisar antara 10,16–15,41 mm.
Jadikan Produk Unggulan
Tak hanya diolah untuk menjadi sayur lalapan maupun urap, namun berdasarkan penelitian sayur karang ini juga dapat diolah sebagai bahan pangan maupun obat-obatan bernilai tinggi.
Balai Riset dan Standarisasi Industri Ambon juga melakukan penelitian dengan judul “Analisis Gizi Nori Dari Rumput Laut Jenis Porphyra marcossi ang terdapat Di Perairan Maluku” dilakukan dengan tujuan menganalisis kualitas gizi nori yang dihasilkayn dari rumput laut Porphyra marcossi, yang nantinya mampu menggantikan penggunaan nori impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Voulda D. Loupatty, salah satu staf dan juga peneliti menjelaskan hasil penelitian menunjukan bahwa rumput laut Porphyra marcossi mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi yaitu: protein 28,60%; lemak 0,83%; abu 17,80% dan air 28,09%. Produk Nori mempunyai nilai gizi: protein 41,49%; lemak 0,44%; abu 4,99%; air 13,14%.
Terdapat 10 jenis asam amino yaitu treonin, arginin, tirosin, meteonin, lisin, valin, asam glutamate, glisin, fenilalanin dan alanin. Teknologi pengolahan Nori cukup sederhana dan mudah dikembangkan dalam industri rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Kebutuhan Nori dalam negeri dapat dipenuhi dengan adanya indutri pengolahan nori berbasis sumber daya alam lokal.
Dalam jurnal penelitian ini juga, Loupatty menulis di Maluku khususnya disekitar Pulau Ambon terdapat salah satu jenis rumput laut merah yang biasa dikonsumsi masyarakat pesisir pantai yang dikenal dengan nama daerah Huang isi atau sayur isi atau disebut juga lumu-lumu licin, sedangkan nama ilmiahnya yaitu Porphyra marcossi.
Rumput laut Porphyra sptermasuk jenis rumput laut merah, menurut Chapman and Chapman (1980) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom: Protista
Divisi: Rhodophyta
Kelas: Rhodophyceae
Subkelas: Bangiophyceae
Ordo: Bangiales
Famili: Bangiaceae
Genus: Porphyra
Rumput laut merah memiliki pigmen dominan fikoeretrin dan fikosianin yang menimbulkan warna merah.
Diskripsi Porphyra marcossi menurut Cordero, (1976) dalam Hatta, dkk., (1993) adalah fase vegetative alge berwarna merah hingga merah tua, ukuran kecil sampai sedang, tinggi tidak lebih dari 7 cm, lembaran thalli bisa bercabang, lebar mencapai 20 mm.
Keberadaannya biasanya membentuk hamparan seperti karpet di atas batuan, alat pelekat berupa cakram kecil.
Tepi thalli tidak rata, mempunyai duri-duri halus, terdiri dari satu atau dua sel, panjang mencapai 30 μm, jarak berbentuk segiempat atau polygonal, tersusun tidak teratur, panjang 20 – 30 μm, lebar 15 – 20 μm, berdinding tebal.
Irisan melintang thalli monostromatus, berupa pipa, tebal 15 – 20μm, yang terdiri atas satu deretan sel-sel berbentuk segiempat atau bulat, lebar 6 – 9 μm dan panjang 12 – 17 μm. Sel-sel berdinding tebal dengan zat warna merah yang tersebar di seluruh bagian sel.
Fase konkhoselis berupa bintik-bintik merah, mikroskopis, menyerupai benang pendek yang menempel pada batu karang. Fase ini sulit sekali dipisahkan dari substratnya.
Di Indonesia jenis rumput laut Porphyra sp,tumbuh secara alamiah dan tersebar di Maluku, Papua dan Teluk Bitung (DKP, 2009). Di Maluku rumput laut jenis Porphyra marcossi ini tumbuh pada substrat berkarang disepanjang pantai di zona pasang surut bagian atas yang selalu mendapat hempasan ombak besar menyebabkan tempat tersebut tetap basah. Biasanya terdapat dalam jumlah yang banyak pada musim penghujan yaitu dari bulan Juni sampai dengan bulan September.
Setelah panen pertama rumput laut ini masih bisa dipanen berulang kali dengan masa istirahat 10 hari. Namun produksi ini hanya dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir pantai dalam bentuk segar dan disimpan dalam bentuk kering untuk dikonsumsi sendiri.
Padahal jenis rumput laut ini dapat dibuat nori untuk meningkatkan nilai ekonominya. Dengan adanya kemampuan memproduksi nori yang berbahan baku dari perairan di Indonesia maka diharapkan produksi nori dalam negeri secara bertahap akan mampu menggantikan penggunaan nori impor.
Adapun tujuan dari penelitian penulis adalah untuk menganalisis kualitas gizi Nori yang dihasilkan dari rumput laut Porphyra marcossi dan diharapkan nantinya akan mampu menggantikan penggunaan nori impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap kandungan gizi dari bahan baku (Porphyra marcossi) dan nori yang dihasilkan dari proses pengolahan rumput laut Porphyra marcossi meliputi: kadar protein, lemak, abu dan air di mana prosedur pengujian mengacu pada SNI 01 –2891 – 1992. Sedangkan identifikasi asam amino menggunakan metode hidrolisis asam-basa.
Hasil pengujian laboratorium terhadap komposisi gizi dalam hal ini protein, lemak, abu dan air dari rumput laut jenis Porphyra marcossi (sayur isi).
Hasil analisa yang dilakukan Hatta, dkk., (1993) memperlihatkan protein 21,58%; lemak 0,10%; abu11,61% dan karbohidrat 66,00%.
Berdasarkan hasil analisa tersebut terlihat bahwa rumput laut jenis ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yang berkisar antara 20 – 30%. Dalam Chapman (1970), mengatakan rumput laut jenis ini lebih baik dari jenis lainnya karena 75% dari protein dan karbohidrat dapat dicerna oleh tubuh manusia.
Dalam Lisa (1999) disebutkan bahwa Porphyra mengandung sejumlah protein, asam amino, vitamin A, B dan C. Asam amino alanin, asam glutamate dan glisin yang terdapat dalam Porphyra berfungsi sebagai penghasil rasa pada nori.
Asam amino lainnya yaitu arginin merupakan asam amino yang biasanya terdapat dalam protein hewani. Selain beberapa asam amino yang dapat ditemukan dalam Porphyra, terdapat juga taurin yang diketahui efektif untuk fungsi hati, mencegah terjadinya penyakit batu empedu serta mengontrol kolesterol darah.
Dalam Trono and Ganzon (1988) menyebutkan manfaat Porphyra adalah sumber vitamin B1, sumber agar serta menurunkan kolesterol.
Hasil penelitian Nitisawa (2006) di Jepang dalam Anonymous (2010) mencatat bahwa rumput laut Porphyra sp mampu menurunkan kadar kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) dan meningkatkan HDL (Hight Density Lipoprotein) dalam darah hewan uji. Di mana serat yang terdapat dalam rumput laut tersebut mampu mengikat asam empedu sehingga dapat mencegah penimbunan kolesterol dalam tubuh.
Dari uraian di atas dijelaskan penulis, terlihat bahwa rumput laut jenis ini mengandung nilai nutrisi yang cukup tinggi dan lengkap. Bahkan nilai protein dan jenis asam amino yang terkandung didalamnya membuat rumput laut ini dapat disejajarkan dengan hewan yang biasanya memiliki protein lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan.
Menurut Gaman dan Sherrington (1994), protein tumbuhan mempunyai nilai lebih rendah dari protein hewani. Selanjutnya menurut Desrosier (1988), jaringan tanaman biasanya merupakan sumber karbohidrat sedangkan jaringan hewani biasanya merupakan sumber protein.
Dengan demikian jenis rumput laut ini perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan penggunaannya lebih luas lagi.
Hasil pengujian laboratorium terhadap komposisi gizi nori dalam hal ini protein, lemak, abu dan air dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil analisa produk nori di atas bila dibandingkan dengan hasil analisa bahan baku terdapat perbedaan nilai nutrisi yang cukup besar, khususnya kadar protein dan abu. Kadar protein bahan baku (rumput laut Porphyra, sp) adalah 28,60%, dan kadar abu 17,80% setelah melalui proses pengolahan menjadi nori, kadar proteinnya meningkat menjadi 41,49% sebaliknya kadar abu turun menjadi 4,99%.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh beberapa tahapan proses pengolahan diantaranya pada proses pencucian. Di mana proses pencucian rumput laut yang baru dipanen, dilakukan dengan menggunakan air laut. Setelah pencucian rumput laut tersebut langsung dijemur. Rumput laut kering inilah yang digunakan sebagai sampel dalam menguji nilai gizinya. Hal ini yang mempengaruhi tingginya kadar abu dari bahan baku akibat adanya garam-garam yang masih menempel pada rumput laut.
Sebaliknya pada proses pembuatan nori, digunakan rumput laut kering. Sebelum dilakukan proses pembuatan nori rumput laut tersebut di cuci berulang-ulang dengan menggunakan air bersih, untuk mengeluarkan kotoran dan garam-garam yang menempel pada rumput laut. Hal inilah yang mempengaruhi kadar abu pada produk nori lebih rendah dibandingkan bahan bakunya. Selanjutnya dilakukan proses pemotongan. Pada proses pemotongan ini ukuran rumput laut menjadi lebih kecil. Dengan demikian dapat membantu mengeluarkan zat-zat penting dalam sel-sel rumput laut selama proses perebusan. Penambahan sedikit cuka pada proses perebusan, juga membantu mengkoagulasi protein. Selanjutnya proses pengeringan dilakukan untuk menghilangkan air dari produk sehingga diperoleh nori dengan kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan bahan bakunya.
Hasil identifikasi asam amino dari produk nori yang dihasilkan, diperoleh 10 jenis asam amino yang terkandung didalamnya yaitu treonin, arginin, tirosin, meteonin,lisin, valin, asam glutamate, glisin, fenilalanin dan alanin. Yang termasuk asam amino esensial ada 5 jenis yaitu treonin, metheonin, lysine, valin dan fenilalanin.
Hasil analisa yang dilakukan Hatta dkk., (1993) terhadap nori yang beredar dipasaran (nori impor) memperlihatkan protein 45,42%; lemak 0,24%; abu 7,02% dan karbohidrat 47,31%. Komposisi gizi rumput laut Porphyra marcossi, nori dari Porphyra marcossi, nori impor dan nori dari Gracilaria sp, dapat dilihat pada Gambar 2.
Dari gambar tersebut di atas terlihat bahwa nori dari Porphyra marcossi memiliki nilai gizi yang hampir sama dengan nori impor. Sebaliknya nori dari Gracilaria sp memiliki nilai gizi yang sangat kecil dibandingkan dengan nori impor.
Nori merupakan salah satu makanan yang memiliki kandungan nutrisi tinggi. Jenis-jenis asam amino yang terdapat dalam produk nori yang dihasilkan dalam penelitian ini berpengaruh pada kualitas gizinya. Dimana asam amino fenilalanin, valin, asam glutamate, glisin dan tirosin berperan dalam meningkatkan fungsi otak.
Asam amino lisin, treonin, alanin dan tirosin, berperan dalam pembentukan protein otot maupun pembentukan kolagen untuk kulit. Selanjutnya asam amino metionin dan arginin berfungsi untuk menurunkan kolesterol darah dan meningkatkan fungsi hati.
Asam amino tirosin berfungsi sebagai pemicu hormone dopamine, epinephrine, norepinephrin, melanin (pigmen kulit) serta hormone tyroid (Handayani, 2013; Ramdani, 2010).
Dalam Chapman (1970), memperlihatkan nilai nutrisi dari nori yang mengandung protein tinggi yaitu 25 – 30% dari berat kering, vitamin dan garam-garam mineral, khususnya yodium. Kandungan vitamin C nya 1,5 kali dari jeruk dan juga kaya akan vitamin B. Rasa spesifik pada nori berasal dari asam glutamate, glisin dan alanin.
Kandungan karbohidrat dari nori merupakan campuran dari sulfat galaktan,terdiri dari 3 – 6 anhydro-lgalactosa, dengan unit d- dan l-galaktosa dan β, 1 – 4 mannan. Ekstrak karbohidratnya merupakan karakter intermediate antara agarose dan k- karaginan. Sedangkan dalam Hiroyuki (1993), vitamin B12 dalam nori adalah sebesar 29μg %. Hampir 50% kandungan nori adalah EPA (Nisizawa, 2002).
Selanjutnya dalam Kusumanto (2014), menyebutkan bahwa nori dikenal sebagai sumber yodium dan mengandung vitamin A, B1, B12, C dan vitamin E. Sedangkan kandungan mineral meliputi kalsium, seng, besi, selenium dan tembaga. Selain dapat dikonsumsi langsung sebagai makanan ringan, nori juga digunakan sebagai hiasan dan penyedap berbagai masakan Jepang, misalnya pemberi rasa pada pengolahan mie dan sup, serta lauk sewaktu makan nasi dan biasanya ditambahkan ke dalam makanan ringan dan renyah seperti senbei.
Senbei adalah makanan ringanyang renyah atau disebut juga crackers berbentuk bulat dan pipih. (Yamamoto, 1990 dalam Teddy,2009).
Dalam Wikipedia (2012), ukuran standar satu lembar nori di Jepang adalah 21cm x 19cm yang kemudian dipotong-potong tergantung pada keperluan dilihat dari ukuran besarnya, nori terdiri dari beberapa jenis:
- Yakinori ukuran standar: nori tawar untuk menggulung temakizushi dan makizushi.
- Yakinori tipe setengah: satu lembar nori ukuran standar dibagi dua, digunakan untuk membungkus seluruh bagian onigiri.
- Yakinori tipe sepertiga: satu lembar nori dibagi tiga, diletakan di bagian dasar onigiri sehingga mudah dipegang dengan tangan.
- Ajitsuke nori atau okazunori: satu lembar nori standar yang sudah diberi bumbu garam dapur, kecap asin, gula atau mirin dipotong menjadi 8 atau 12 potongan kecil. Pada umumnya dimakan sebagai teman makan nasi sewaktu sarapan pagi atau dimakan begitu saja sebagai makanan ringan.
- Mominori: ajitsuke nori yang sudah diberi bumbu garam, kecap asin, gula atau mirin dan dicabik-cabik sampai menjadi potongan berukuran kecil yang tidak seragam. Digunakan sebagai hiasan pada makanan Jepang seperti donburi atau chirashizushi.
- Kizaminori: yakinori yang dipotong halus-halus dengan ukuran seragam, berfungsi sebagai hiasan seperti mominori.
- Aonori: nori berwarna hijau berbentuk serbuk kasar berukuran 2 – 3 mm yang ditaburkan di atas okonomiyaki, takoyaki dan yakisoba. Berbeda dengan bahan baku untuk nori standar, aonori menggunakan alga berwarna hijau jenis Monostroma dan
Nori, kata penulis, banyak dibutuhkan di restoran-restoran Cina dan Jepang, yang menyiapkan menu siap sajinya. Produk nori yang dikonsumsi saat ini masih diimpor dari Negara Jepang, Korea, China dan Amerika Serikat.
Prospek Pengembangan Rumput Laut Porphyra sp di Indonesia, penulis menyimpulkan terlihat bahwa rumput laut Porphyra sp ini memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan tumbuhan lainnya. Kadar proteinnya cukup tinggi bahkan memiliki asam amino argininyang biasanya terdapat pada protein hewani, sebaliknya kadar lemaknya sangat rendah.
Dengan demikian jenis rumput laut ini perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan penggunaannya lebih luas lagi terutama untuk kaum vegerarian dan untuk perbaikan gizi masyarakat. Khusus untuk rumput laut jenis Porphyra marcossi dapat digunakan untuk memproduksi nori di dalam negeri, mengingat nilai gizinya yang dapat bersaing dengan nori impor.
Bila ditinjau dari teknologi pengolahan rumput laut Porphyra sp menjadi nori terlihat bahwa teknologi pengolahannya cukup sederhana dan mudah sehingga dapat dikembangkan pada industry rumah tangga yang bila ditekuni dengan baik dapat meningkatkan penghasilan keluaraga. Teknologi pengolahan ini dapat terus dikembangkan sejalan dengan perkembangan diversifikasi produk olahan jenis rumput laut ini.
Produk nori yang beredar di Indonesia sampai saat ini masih di impor dari Jepang, Korea, China dan Amerika Serikat. Nori banyak dibutuhkan di restoran-restoran China dan Jepang yang menyiapkan menu siap sajinya. Hal ini memperlihatkan kebutuhan nori di dalam negeri cukup besar. Dilain pihak bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan produk ini tersedia walaupun pemanenan masih dilakukan secara alamiah. Itu berarti rumput laut ini termasuk rumput laut komersial sehingga perlu dipikirkan pembudidayaannya. Budidayanya tidak terlalu sulit, dimana panen dapat dilakukan di saat tanaman berumur sekitar 45 hari dan setelah panen pertama, rumput laut masih bisa dipanen berulangkali dengan masa istirahat sekitar 10 hari (FAO, 2013).
Dengan demikian pengembangan usaha rumput laut dalam bidang budidaya maupun industri pengolahannya mampu memberdayakan masyarakat secara luas. Selanjutnya akan berdampak pada pergerakan ekonomi lokal, regional dan nasional. Di mana issu penting saat ini adalah industrialisasi rumput laut yang telah ditindaklanjuti melalui nota kesepahaman mengenai pengembangan kawasan budidaya dan industri rumput laut di tujuh propinsi yakni: propinsi NTT, NTB, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi selatan (Cocon, 2012).
Selanjutnya dikatakan Nota kesepahaman yang dibangun melibatkan 6 lembaga/ kementerian yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PDT, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Diharapkan dengan nota kesepahaman ini, jenis rumput laut Porphyra sp khususnya Porphyra marcossi ini juga dapat dikembangkan usaha budidaya maupun industri pengolahannya di Maluku, yang merupakan salah satu daerah pengembangan kawasan budidaya dan industri rumput laut di Indonesia.
Dan pada akhirnya, berdasarkan hasil penelitian, penulis menarik beberapa kesimpulan:
Pertama, Rumput laut Porphyra marcossi mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi yaitu: protein 28,60%; lemak 0,83%; abu 17,80% dan air 28,09%;
Kedua, Produk Nori mempunyai nilai gizi: protein 41,49%; lemak 0,44%; abu 4,99%; air 13,14% serta 10 jenis asam amino yaitu treonin, arginin, tirosin, meteonin, lisin, valin, asam glutamat, glisin, fenilalanin dan alanin;
Ketiga, Teknologi pengolahan Nori cukup sederhana dan mudah dikembangkan dalam industri rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan keluarga; dan
Keempat, Kebutuhan Nori dalam negeri dapat dipenuhi dengan adanya indutri pengolahan nori berbasis sumber daya alam lokal.
- Liputan Kolaborasi Mongabay Indonesia dan Titastory.id yang berlokasi di Negeri Hukurila dan Negeri (desa) Hatalai, Kecamatan Leitmur Selatan (Letisel) Kota Ambon
- Refferensi diambil dari jurnal penelitian Radja B D Sormin, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura, dengan judulnya Komposisi Kimia dan Potensi Bioaktif Sayur Laut (Porphyra sp), Sayur karang, termasuk jenis alga berasal dari devisi Rhodophyta yang tumbuh/melekat pada bebatuan di daerah pasang surut dan muncul ketika musim timur tiba antara bulan Juni sampai September.
- Refferensi diambil dari jurnal penelitian Voulda D. Loupatty, salah satu staf dan juga peneliti Balai Riset dan Standarisasi Industri Ambon yang melakukan penelitian dengan judul “Analisis Gizi Nori Dari Rumput Laut Jenis Porphyra marcossi ang terdapat di Perairan Maluku” dilakukan dengan tujuan menganalisis kualitas gizi nori yang dihasilkan dari rumput laut Porphyra marcossi, yang nantinya mampu menggantikan penggunaan nori impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Discussion about this post